Jumat, 25 Agustus 2017

MENGINGAT KEMBALI SEJUMLAH ISTILAH DAN UJI STATISTIK

Dalam penelitian, kita mencari data ilmiah, dengan analisis, memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian. “Data” merupakan informasi mentah yang dapat diperoleh melalui  wawancara, kuesioner, obsevasi, atau basis data sekunder. Dengan mengolah data dengan cara tertentu, menganalisisnya, dan mengartikan hasilnya, kita menemukan jawaban yang kita cari.

Dalam kebanyakan penelitian oragnisasional, pada tingkat yang sangat minimal, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui berapa sering fenomena tertentu terjadi (frekuensi), dan mean dari kelompok data, sekaligus tingkat variabilitas dalam kelompok (yaitu, tendensi sentral dan dispersi variabel terikat serta bebas). Semua itu dikenal sebagai “statistik deskriptif” (descriptive statistics yaitu statistik yang menggambarkan fenomena yang menarik perhatian). Lebih lanjutlagi, kita mungkin ingin mengetahui bagaimana variabel terkait satu sama lain, apakah terdapat perbedaan antara dua variabel atau lebih kelompok, dan sebagainya. Hal ini disebut “Statistik Infernsial” (inferential statistics-yaitu hasil statistik yang membuat kita mampu menarik kesimpulan dari sample ke populasi. Statistik inferensial dapat dikategorikan sebagai Parametrik (parametric) dan Non-Parametrik (non-parametric).
  1. Penggunaan “Statistik Parametrik” adalah berdasarkan  asumsi bahwa populasi di mana sampel diambil berdistribusi secara normal dan data dikumpulkan pada skala interval atau rasio.
  2. “Statistik Non-Parametrik”, di sisi lain, tidak membuat asumsi eksplisit mengenai normalitas distribusi dalam populasi dan dipakai ketika data dikumpulkan pada skala nominal atau ordinal



   
Daftar Pustaka:
Sekaran, Uma. 2006.Research Methods For Business Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Gujarati, DN., 2003, Basic Econometrics, Third Edition, Mc Graw Hill, New York.

Sabtu, 19 September 2015

APLIKASI SCREENSHOT/PRINTS SCREEN DEKSTOP LANGSUNG JADI GAMBAR JPEG (PHOTO)

Saat ini banyak aplikasi/software canggih yang bermunculan, selain semakin praktis juga sangat memanjakan kita  (user). Diantara aplikasi tersebut salah satunya adalah "Nexus".

Aplikasi ini selain berfungsi sebagai menyimpan dan menampilkan kumpulan Folder/File pada dekstop (seperti RocketDock) juga memiliki keunggulan lain, yaitu dapat menjepret/memphoto (ScreenShot) tampilan dekstop secara langsung berformatkan JPEG.

Winstep Nexus Dock  aplikasi ini sesungguhnya memiliki fungsi utama sebagai Dock (menyimpan kumpulan folder/file di dekstop) layaknya RocketDock, jadi user tidak direpotkan lagi harus membuka direktori komputer kesana kemari apalagi folder/file-file yang sering kita gunakan, maka hal ini sangat merepotkan bukan?!. Dalam aplikasi ini telah menyematkan juga fitur photo/camera sehingga bagi kita yang ingin ScreenShot tampilan dekstop tidak direpotkan lagi harus pindah sana-sini dengan mengcopy-paste hasil printscreen seperti dulu..... :) asli kadang saya sering share sama temen-temen baik ngegame atau saat menerapkan fitur/aplikasi baru di komputer jadi repot dibuatnya karena harus pindah sana-sini (maklum ane newbie n gaptek).

Berikut gambar fitur Nexus yang memiliki fitur jauh lebih lengkap dibandingkan fitur lainnya :














Keunggulan Winstep Nexus Dock atau Nexus diantaranya adalah:
  • Tampilan theme/tema dapat kita rubah sesuai keinginan kita
  • Tampilan bunyi atau suara
  • Tampilan tema suara
  • Camera/photo untuk ScreenShot tampilan desktop langsung format JPEG tanpa ribet (file disimpan di desktop)
  • Dan masih banyak lainnya yang patut untuk anda (Agan2 atau Sista2) coba.
Cara Menginstall seperti biasa hanya klik programnya (NexusSetup) trus next - next sampai selesai. 

Hasilnya jepretan:




Link Download:


Semoga Bermanfaat ...    

Postingan lain:




    


Senin, 12 Mei 2014

Cara Flashing/Hard Reset/Root Tablet TREQ A10 Basic 2





Lupa password...atau lockpattern?? Itu masalah yang sering terjadi kalau kita memiliki banyak password...hehehe. Terkadang kesalahan terjadi (locked) apabila orang lain mencoba membuka Tablet TREQ A10 Basic 2 milik kita secara berulang-ulang.
Hal tersebut tidak akan menjadi maasalah apabila tablet Treq kita dalam kondisi koneksi internet, tinggal login Gmail maka sudah terselesaikan masalah kita....akan tetapi akan berbeda masalahnya apabila tidak terkoneksi internet....alhasil pilihan kita adalah “hard reset factory”.
Tablet Treq A10 Basic 2 tidak memiliki fasilitas untuk “hard reset factory”, maka kita kudu memflashing/rooting tablet Treq tersebut.
Saya memiliki pengalaman tersendiri untuk masalah ini...4 hari download sana-sini firmware, serta mencobanya...alhasil:
  1. 1.  Berhasil tetapi tidak dapat booting, hanya mentok di logo TREQ. Walaupun sudah ditunggu lama..sampai baterenya habis skalipun tetap tidak berubah hanya di logo tersebut.
  2. 2. Kedua, Berhasil dengan tampilan dan tlah upgrade ke ice cream sandwitch (ICS), tetapi touchscreen tidak berfungsi.

Dengan segudang emosi dan putus asa dibuatnya..selain udah nyari2 ke forum dan tanya sana-sini, bahkan ke blog yg bersangkutan tdk mendapatkan respon...saya mengulang bolak-balik dengan menginstall tuh firmware dari 4 firmware yg telah saya download. Terakhir dengan tidak terlalu berharap untuk berhasil, saya download firmware baru  Disini (pilih: TREQ A10 Basic 2 0123)
Prosedurnya gk jauh beda, sama sebelumnya...dan berhasil dengan mulus! J

Ok, Berikut ini kami berikan tutorial beserta aplikasi dan firmwarenya. Jalankan step by step sesuai dengan tutorial yang diberikan. Seidikit berbeda tidak masalah.

TUTORIAL MENGGUNAKAN LIVESUITE

             

1. Download file
2. Extract filenya
3. Klik LiveSuitPack_v1.07.exe. Bila ada konfirmasi instalasi driver, pilih install anyway.
Spoiler for driver:






4. Buka LiveSuit.exe. Bila wizard tidak membuka otomatis, pilih icon yang ketiga (gambar gear). Pilih Yes-> upgrade mode, pilih format (semua data akan hilang) -> pilih next -> Pilih yes-> browse image yang akan diflash (*.img) -> pilih finish
Note : upgrade mode ada dua pilihan. agan bisa juga pilih general tapi disarankan pilih format supaya bener2 fresh install.


Spoiler for livesuite:




5. Tablet dalam keadaan off dan tidak terkoneksi.
Tahan tombol vol up.
Koneksikan kabel mini usb anda.
Setelah itu tekan tombol power berulang2 sampai terdengar ada device terdeteksi di komputer anda. (estimasi kurang lebih 5-10X tekan tombol power).
Komputer akan melakukan install driver (for 1st time).
Setelah install driver beres, live suit akan menayakan untuk format upgrade, pilih yes dan yes

Spoiler for mandatoryformat:




6. Setelah itu lepas tombol volume up dan live suite akan otomatis memflash (progressbar akan bergerak) tunggu sd proses selesai.
Spoiler for flashing:


7. Setelah selesai Cabut kabel mini usb. Nyalakan tablet agan. Loading untuk pertama kali agak lama karena baru diflash.

8.Enjoy it.


Tutorialnya beda tipis ama prakteknya kok...saat tahan power + volume (+), trus tancapkan kabel usb, terkadang tidak perlu tekan bolak-balik sudah didetek kompy > klik nxt atau yes > lepas power dan volume langsung saja. Biarkan sampai proses selesai....klik ok. mau dilepas atau tidak kabel usb tidak berpengaruh kok..treq  langsung restart sendiri...dan liat hasilnya. 


Rabu, 18 September 2013

MEMPERCANTIK TAMPILAN TEMA DI KOMPUTER MENJADI LEBIH ELEGAN DAN MENARIK

Bosan dengan tampilan komputer PC ato Laptop Cuma gitu2 aja....???. Coba bandingkan dengan tamilan komputer ini:
Tampilan  (tidak dibahas pada postingan kali ini, tpi pada tahap postingan berikutnya):



Ok, kali ini saya akan membahas bagaimana cara agar tampilan komputer menjadi Cantik, Menarik,  Indah, bahkan Cool ato Elegan tpi gak kawatir klo terlalu banyak makan memory ato memberatkan kinerja komputer kesayangan anda. Anda tdk perlu khawatir karena tips ini bekerja pada tema/theme komputer ato laptop anda sehingga kinerja tidak akan jauh berbeda saat anda menggunakan tema-tema photo  bawaan windows itu sendiri (seperti gambar-gambar pemadangan, dll). Lalu apa yang berubah disini?, yup! Yang berubah hanya sebatas tampilan ato gambar icon serta wallpaper komputer saja.  Aplikasi  yang ditambahkan hanya aplikasi “RocketDock”  yang berfungsi untuk menempatkan tampilan icon shortcut agar tidak berantakan ato semrawut mengganggu penampilan komputer.

Ini contoh  tampilan komputer minimalis ato tema bawaan (konvensional....hehehe):

 

Trus, saking banyaknya anda menginstal aplikasi/program2 sehingga icon shortcut memenuhi layar tampilan utama komputer anda seperti ini:


 Bandingkan apabila anda menggunakan aplikasi yang akan kita bahas sat ini:


 Berikut tips sederhananya: 
Saat ini aplikasi yg akan kita gunakan adalah aplikasi yg tidak memerlukan cukup ato kebilang sangat simple bagi pemula seperti saya.
1.       Siapkan ato download aplikasi “CustoPack  tools”.
2.       Langkah selanjutnya, km install tuh program dengan meng“klik” duakali (double klik). Ikuti petunjuknya hingga selesai “finish”.
3.       Nah, sekarang langkah setelah program/aplikasi tersebut terinstall:

Langkah Pertama:
Jalankan program custopack tools, sehingga tampil gmbr seperti dibawah ini:
  

Trus, km pilih “Choose a CustoPack”, maka akan tampil seperti ini:


Tampak pada layar hanya “Theme” bawaan ato default windows.

Langkah kedua: Tahap selanjutnya kita persiapkan koneksi komputer tetap online lalu pilih tombol kuning di pojok kanan bawah, yaitu “Download CustoPacks” klik. Maka akan muncul tampilan baru (masuk ke situs CustoPacks):

Nah sekarang km bisa pilih Tampilan yg sesuai dengan keinginan km....yaa, tentunya sangat terbatas pada tema yg disediakan. Namanya juga gratisan..hehehe. 

Tapi tenang jangan putus asa, pada lain kesempatan kita akan bahas cara mengganti tampilan komputer pada tahap yg agak ribetnya. 
OK, kita lanjut lagi ya...

Langkah Ketiga: install Theme yang telah km download tersebut, contoh pada komputer ini saya pilih tema adalah “Angrybird” dan “Japan”, sehingga setelah teristall maka akan tampil seperti ini:

Penginstalan tersebut hanya menginstall tema tampilan di “CutoPack Tools” seperti tampilan di atas. Nah sekarang install di tema nya dengan cara tunjuk tema keinginan anda tersebut, maka tampil seperti ini:


Pilih “Intall this Pack”, klik.

Pilih, Next step > lalu, centang/pilih “I Undertand ... (bla bla bla)”,  Install custopack...ikuti aja deh petunjuknya ampe selesai ya.....

Terakhir maka akan muncul “Logout”, klik !.
(Ingat !!!  pastikan tidk ada file ato program penting yg sedang terbuka, karena komputer akan me”Restart”).


OK!. Sekarang nikmati tampilan komputer anda setelah hidup kembali, Kereeeen kan??!!!

 

Naaah, untuk membersihkan “icon shortcut”  km, tinggal tarik/geser tuh icon ke tampilan “Rocketdock” yang muncul di tengah bawah layar km.  Lalu hapus icon yg tertinggal diluar “rocketdock” dengan cara geser pada Recycle Bin yang ada.


Ok. Selamat mencoba!

  
Silahkan download program tersebut disini:



Coment (Komeng) km sangat diharapkanuntuk memberikan masukan bagi pembaca lainnya... Saya harap km tidak jadi "Silent Reader"... 


Rabu, 11 September 2013

Amalan Keliru di Bulan Sya'ban

    Dikutip dari: www.rumaysho.com 
nishfu_syabanBulan Sya'ban adalah bulan yang penuh kebaikan. Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya'ban, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallambersabda, 
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan keras agar umatnya tidak beramal tanpa tuntunan. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam ingin sekali umatnya mengikuti ajaran beliau dalam beramal sholeh. Jika beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memberikan tuntunan dalam suatu ajaran, maka tidak perlu seorang pun mengada-ada dalam membuat suatu amalan. Islam sungguh mudah, cuma sekedar ikuti apa yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam contohkan, itu sudah mencukupi.
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Bid'ah sendiri didefinisikan oleh Asy Syatibi rahimahullah dalam kitab Al I'tishom,
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
"Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala."
Amalan yang Ada Tuntunan di Bulan Sya'ban
Amalan yang disunnahkan di bulan Sya'ban adalah banyak-banyak berpuasa. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
"Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Di bulan Sya'ban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai ditunda kelewat bulan Ramadhan berikutnya.
Amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Sya'ban
Adapun amalan yang tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu 'alaihi  wa sallam banyak yang tumbuh subur di bulan Sya'ban, atau mendekati atau dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Boleh jadi ajaran tersebut warisan leluhur yang dijadikan ritual. Boleh jadi ajaran tersebut didasarkan pada hadits dho'if (lemah) atau maudhu' (palsu). Apa saja amalan tersebut? Berikut beberapa di antaranya:
1. Kirim do'a untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan baca yasinan atau tahlilan. Yang dikenal dengan Ruwahan karena Ruwah (sebutan bulan Sya'ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya'ban identik dengan kematian. Makanya sering di beberapa daerah masih laris tradisi yasinan atau tahlilan di bulan Sya'ban. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.
2. Menghidupkan malam Nishfu Sya'ban dengan shalat dan do'a.
Tentang malam Nishfu Sya'ban sendiri ada beberapa kritikan di dalamnya, di antaranya:
a. Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah dari beberapa tabi’in yang merupakan fuqoha’ negeri Syam.” (Lathoif Al Ma’arif, 248). Juga yang mengatakan seperti itu adalah Abul 'Ala Al Mubarakfuri, penulis Tuhfatul Ahwadzi.
Contoh hadits dho'if yang membicarakan keutamaan malam Nishfu Sya'ban, yaitu hadits Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya.” (HR. Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul Ahwadzi berkata, “Hadits ini  munqothi’ (terputus sanadnya).” [Berarti hadits tersebut dho’if/ lemah].
b. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ 
Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari hari lainnya untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1144). Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah, tentu malam Jum’at lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam Jum’at lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan hari Jum’at adalah hari yang lebih baik dari hari lainnya karena dalam hadits dikatakan, “Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at.” (HR. Muslim). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar jangan mengkhususkan malam Jum’at dari malam lainnya dengan shalat tertentu, hal ini  menunjukkan bahwa malam-malam lainnya lebih utama untuk tidak dikhususkan dengan suatu ibadah di dalamnya kecuali jika ada dalil yang mendukungnya. (At Tahdzir minal Bida’, 28).
c. Malam nishfu Sya'ban sebenarnya seperti malam lainnya. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Malam Nishfu Sya’ban sebenarnya seperti malam-malam lainnya. Janganlah malam tersebut dikhususkan dengan shalat tertentu. Jangan pula mengkhususkan puasa tertentu ketika itu. Namun catatan yang perlu diperhatikan, kami sama sekali tidak katakan, “Barangsiapa yang biasa bangun shalat malam, janganlah ia bangun pada malam Nishfu Sya’ban. Atau barangsiapa yang biasa berpuasa pada ayyamul biid (tanggal 13, 14, 15 H), janganlah ia berpuasa pada hari Nishfu Sya’ban (15 Hijriyah).” Ingat, yang kami maksudkan adalah janganlah mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat tertentu atau siang harinya dengan puasa tertentu." (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 115)
d. Dalam hadits-hadits tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebutkan bahwa Allah akan mendatangi hamba-Nya atau akan turun ke langit dunia. Perlu diketahui bahwa turunnya Allah di sini tidak hanya pada malam Nishfu Sya’ban. Sebagaimana disebutkan dalam Bukhari-Muslim bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap 1/3 malam terakhir, bukan pada malam Nishfu Sya’ban saja. Oleh karenanya, keutamaan malam Nishfu Sya’ban sebenarnya sudah masuk pada keumuman malam, jadi tidak perlu diistimewakan.
‘Abdullah bin Al Mubarok rahimahullah pernah ditanya mengenai turunnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban, lantas beliau pun memberi jawaban pada si penanya, “Wahai orang yang lemah! Yang engkau maksudkan adalah malam Nishfu Sya’ban?! Perlu engkau tahu bahwa Allah itu turun di setiap malam (bukan pada malam Nishfu Sya’ban saja, -pen).” Dikeluarkan oleh Abu ‘Utsman Ash Shobuni dalam I’tiqod Ahlis Sunnah (92).
Al ‘Aqili rahimahullah mengatakan, “Mengenai turunnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban, maka hadits-haditsnya itu layyin (menuai kritikan). Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Allah akan turun setiap malam, itu terdapat dalam berbagai hadits yang shahih. Ketahuilah bahwa malam Nishfu Sya’ban itu sudah masuk pada keumuman malam, insya Allah.” Disebutkan dalam Adh Dhu’afa’ (3/29).
Kami harap para pembaca bisa pula membaca artikel berikut: Meninjau Ritual Malam Nishfu Sya'ban.
3. Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dengan "nyadran"). Yang tepat, ziarah kubur itu tidak dikhususkan pada bulan Sya'ban saja. Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976). Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk 'nyadran' atau 'nyekar'. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
4. Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Puasa tetap sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat pemandian atau pantai (seperti ke Parangtritis). Mandi besar itu ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti karena junub maka mesti mandi wajib (mandi junub). Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan (baca: ikhtilath) dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
Cukup dengan Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)
Orang yang beramal sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, itulah yang akan merasakan nikmat telaga beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kelak. Sedangkan orang yang melakukan ajaran tanpa tuntunan, itulah yang akan terhalang dari meminum dari telaga yang penuh kenikmatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui ajaran yang tanpa tuntunan yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049). Sehingga kita patut hati-hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu dan sesuai tuntunan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Umar bin 'Abdul 'Aziz berkata,
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
"Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan."  (Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Ibnu Taimiyah)
Wallahu waliyyut taufiq.
www.rumaysho.com

Selasa, 20 Agustus 2013

Naif — Uang

Naif — Uang

Naif — Uang


Intro: C F (2x)
C F C F
Aku mau pulang, aku mau pulang
C
Aku mau pulang dan membawa uang segudang… segudang…
C F C
Uu… uang… uu… uang… (2x)
C F C F
Aku mau pulang, aku mau pulang
C
Aku mau pulang dan membawa uang segudang… segudang…
C F C
Uu… uang… uu… uang… (2x)
C7 F
Aku ingin lekas pulang, dan membawa banyak uang (2x)
C
Aku mau pulang dan membawa uang segudang… segudang…


Uu… uang…


Int: C F (2x)
C
Aku mau pulang dan membawa uang
F C
Segudang… segudang… uu… uang...

Senin, 08 Juli 2013

CARA MUDAH HARD RESET & ROOT ANDROID AXIOO VIGO 350






Setelah memiliki Axioo Vigo 350 cukup lama, ane mengalami beberapa kali masalah. Pertama kali bermasalah, si AV gk mau masuk ke menu utama (Cuma sampe tampilan Axioo trus), trus ane bawa ke center-nye n ok n gratis soalnye masih garansi. Tpi ada sedikit masalah, mungkin justru jd masalah gede soalnya jd low memory trus….


Masalah kedua kali, ya, kemarin ini tepatnya hari minggu tanggal 07 Juli 2013. Nah, pas abis nelpon…si AV 350 di kutak-atik anak ane yg paling kecil, padahal udah ane lock (lock pattern). Yg  jadi masalah super-duper tuh AV gk ane koneksikan internet…alhasil ane gk bisa buka lock nya…meringis deh jadinya, ada SMS masuk ane gk bisa buka. Jengkel setengah mati ampe hampir tuh AV ane banting!! Nyari di mbah gugel gk ada artikel yang membahas masalah reset factory ato factory reset (suka2 agan2/sista2 aja deh yg nyebutnya gmn)…yg ada malah ane bingung sendiri n gk da solusi. Trus bermodal nekad ane kutak-atik semaleman ampe pagi baru ketemu, nah ini langkahnya:

   
Cara Factory Reset tuh si AV:

Contoh cara melakukan factory reset pada handphone Android Samsung Galaxy Young:

1. Pastikan baterai masih cukup banyak (minimal 70%)
2. Matikan handphone
3. Tekan dan tahan tombol Volume Up + tombol HOME + tombol Power secara bersamaan selama  beberapa detik > Anda akan masuk ke recovery mode Android.
4. Dengan menggunakan tombol Volume, arahkan kursor hingga berada di tulisan “Factory reset / wipe data”
5. Tekan tombol HOME untuk memulai proses > harap sabar saat proses berlangsung
6. Restart handphone km.

Bila mengalami boot loop pada handphone Android atau lupa akan kata sandi atau pengunci pola handphone Android, yang perlu dilakukan hanyalah masuk ke recovery mode > lakukan Factory Reset / Wipe data.

Cara untuk si AV350 sebetulnya gk jauh beda, tapi emang sedikit susah untuk mengatur tuh kusornya, ane ja kudu coba2 ampe pagi…hehehe. (plus rasa mo banting neh hp)
1. Pastikan baterai masih cukup banyak (minimal 70%).
2. Matikan handphone.
3. Tekan dan tahan tombol Volume Up (+) dan Volume Down (–) plus km pencet juga tombol Power secara bersamaan selama beberapa detik hingga muncul tampilan Axioo n muncul option tuk factory reset (masuk ke recovery mode Android).
4. Tahan ato coba gunakan tombol Volume Up (+) dan Volume Down (–) plus km pencet juga tombol Power, arahkan kursor hingga berada di tulisan “Factory reset / Master Reset” (pada option ke 4).
5. Harap sabar saat proses berlangsung. N sampe masuk tuh ke menu utama km……simsalabim….tuh hp jadi kosongan ato kayak kembali baru beli.
6. Restart handphone km tuk memastikan klo dah OK.

  

Cara Root tuh si AV:
Aplikasi yang dibutuhkan: 

Langkah langkahnya adalah:

  1. Back up data dan Pastikan Battery Level lebih dari 60% (ini gk perlu jg, soalnya konek PC jd otomatis nge-Cas sendiri). 
  2. Instal Aplikasi SUT LR 1.7 ato SUTLR 1.8.2  ke PC/Laptop
  3. Sambungkan Kabel Data USB Axioo Vigo 350 dalam kondisi konex PC (gk perlu di ON kan ya).
  4. Pastikan semua driver bawaan terinstall (ini jg gk perlu, tpi klo bs lebih bagus,  untuk Win7 kyknya gk support dech).
  5. Ekstrak File firmware.nb0 dari file firmware_root_MarcoCH.7z yang telah didownload, ke drive atau folder yang anda suka.

OK!. Klo dah Ready semua..kita langsung ke Proses:
 
  1. Jalankan Aplikasi SUT LR. Pastikan handphone terkoneksi dan dikenali SUT LR dengan baik (Hp sudah terdeteksi PC).
  2. Panggil ato Browse ke folder tempat menyimpan file Firmare.nb0.
  3. Pilih erase user data (klo gk pun gk pa2)
  4. Klik Next ato Continue dan ikuti step by step sampai selesai or Finish.
  5. Selesai. Axioo vigo sudah selesai di upgrade ke OS baru 2.3.7 dengan kondisi root dan sudah terinstall superuser.
  6. Tampilan viewsonic  (bukan Axioo lg).
Tampilan layar jadi kyk gini:




 

Senin, 11 Februari 2013

PENGARUH PREDIKTOR-PREDIKTOR PEMBENTUK RELATIONSHIP QUALITY TERHADAP REPURCHASE INTENTION, DAN POSITIVE FEEDBACK PADA PELANGGAN


PENGARUH PREDIKTOR-PREDIKTOR PEMBENTUK RELATIONSHIP QUALITY TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION DALAM MENINGKATKAN POSITIVE WORD OF MOUTH, REPURCHASE INTENTION, DAN POSITIVE FEEDBACK PADA PELANGGAN ERAFONE DI SURAKARTA

Dita Wisnu Prasetyo
and
Sulaiman Budi Yanto

ABSTRAKSI
Tujuan Penelitian - Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara competency dan relationship quality, communication dan relationship quality, conflict handling dan relationship quality, relationship quality dan customer satisfaction, customer satisfaction dan positive word of mouth, customer satisfaction dan repurchase intention, customer satisfaction dan positive feedback.
Metode PenelitianDesain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian survey eksplanatif. Metode pengambilan sampel menggunakan Nonprobability Sampling dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah pelanggan yang melakukan pembelian HP di Erafone Surakarta.
Hasil Analisis - Hasil pengujian kausalitas menggunakan AMOS 16 untuk menguji model hubungan struktural, diperoleh hasil ada hubungan positif antara: competency dengan relationship quality, communication dengan relationship quality, conflict handling dengan relationship quality, relationship quality dengan customer satisfaction, customer satisfaction dengan repurchase intention, customer satisfaction dengan Positive WOM, customer satisfaction dengan Positive Feedback,.
Implikasi Penelitian - Melalui studi ini, diharapkan pemasar dapat memahami faktor – faktor apa saja dari relationship quality yang berpotensi meningkatkan customer  satisfaction (word of mouth, repurchase intention, dan positive feedback pada pelanggan). Dengan demikian,  diharapkan  pemasar  mampu  menyusun  kebijakan  dan strategi  pemasaran  yang  sesuai  sebagai  upaya  untuk  meningkatkan customer satisfaction.

Kata kunci : competency, communication, conflict handling, relationship quality, customer satisfaction, positive word of mouth, repurchase intention, positive feedback




Latar Belakang Masalah
Seiring dengan makin majunya teknologi informasi serta kebutuhan informasi yang cepat, telepon genggam atau yang biasa kita sebut dengan ponsel menjadi suatu produk yang seakan dapat menjawab kebutuhan tersebut. Dimanapun berada dan kapanpun waktunya, seseorang dapat melakukan komunikasi dua arah dengan orang lain sehingga akses informasi dapat langsung diterima tanpa harus menunggu bertatap muka atau menunggu seseorang dapat dihubungi melalui telepon rumah.
Kebutuhan manusia akan sarana telekomunikasi nirkabel dan medianya (multimedia) dalam dekade terakhir ini sangatlah meningkat. Infrastruktur telekomunikasi yang ada di kota-kota besar serta metropolitan telah merambah sampai daerah terpencil, menuntut semakin besarnya peranan telepon seluler atau yang biasa dikenal sebagai ponsel. Oleh karena itu, sebagai salah satu distributor pasar retail untuk ponsel, ERAFONE menjadi jawaban dari kebutuhan tersebut.
Konsep gerai yang dihadirkan lebih besar dan lengkap. Hal ini dapat dilihat dari bangunan yang lebih luas dan nyaman, serta tawaran pelayanan yang maksimal. Pelanggan akan disuguhkan dengan toko yang nyaman untuk mereka memilih gadget yang dibutuhkan, serta adanya Customer Service (CS) yang disediakan Erafone untuk membantu pelanggan dengan masalah seputar alat telekomunikasi yang mereka hadapi. Erafone Solo menjual merek-merek gadget ternama seperti Apple, BlackBerry, Samsung, Nokia, Sony Ericsson, Venera, dan lain sebagainya. Banyaknya jenis gadget yang dijual, dari jenis low end sampai high end, merupakan salah satu strategi untuk menjangkau semua segmentasi pengguna alat telekomunikasi di Jawa Tengah (www.erafone.com/news/11).
Ketika Berry memperkenalkan istilah “hubungan pemasaran/relationship marketing” pada tahun 1983 (Berry, 2002), hanya beberapa praktisi bisa membayangkan kemauan peneliti dan praktisi pada subjek seperti yang kita lihat hari ini. Tentu saja ada tingkat interaksi sosial di bursa bisnis (Schurr, 2007) dan “paradigma hubungan pemasaran” (Ravald dan ¨Gronroos, 1996) mendapatkan banyak popularitas (Payne dan Frow, 2005) antara para peneliti. Sebuah penelitian terakhir melirik kecenderungan pelopor organisasi yang menunjukkan bahwa hubungan yang kuat dengan pelanggan telah menyebabkan pemahaman lebih baik tentang kebutuhan mereka, peningkatan kepercayaan pelanggan di perusahaan dan profitabilitas lebih tinggi bagi organisasi dalam jangka panjang (Oliver, 1980; Reichheld et al, 2000; Kanagal, 2009). Karena intensitas persaingan di pasar saat ini banyak organisasi memiliki fokus yang paling berharga pada pelanggan mereka. Menurut Day (1999), “profitabilitas nyata berasal dari mempertahankan pelanggan yang berharga dengan membangun loyalitas dalam yang berakar pada saling kepercayaan, komitmen bilateral dan komunikasi intens”. Demikian juga, Cram menunjukkan bahwa perusahaan harus menyadari hubungan yang paling berharga mereka dengan pelanggan (Cram, 2001). 
Dalam pemasaran sebagai hubungan kerangka yang diandalkan dalam teori pertukaran sosial. Dalam hal teori pertukaran sosial, hubungan interpersonal dan yang dibangun di atas timbal balik yang melekat, kewajiban moral, saling ketergantungan, kepercayaan dan norma relasional (Kingshott, 2006). Hubungan semacam itu membutuhkan pandangan jangka panjang, saling menghormati dan penerimaan pelanggan sebagai mitra dan co-produser dari nilai, bukan hanya penerima pasif (Gummesson, 1998). Salah satu faktor yang berkontribusi untuk popularitas pemasaran hubungan adalah pertumbuhan ekonomi jasa (Noble dan Phillips, 2004), di mana ritel juga dapat dimasukkan. Kesadaran hubungan berpotensi terus antara penjual dan pembeli penting untuk pengecer seperti saat ini jelas dalam mereka lazim penggunaan program hubungan pelanggan, canggih pertambangan data dan teknik analisis keranjang pasar untuk menargetkan pelanggan mereka (Grewal dan Levy, 2007).
Tujuan dari upaya ini adalah untuk lebih melayani dan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan cara yang ramah, dapat dipercaya dan tepat waktu (Gro¨nroos, 2000). Penyediaan layanan pelanggan yang sangat baik dengan demikian terletak pada domain dari pengecer, menunjuk pentingnya penelitian di
hubungan dan kualitas pelayanan di bidang ritel. Namun, di pasar konsumen sebagian besar adalah hubungan transaksional di alam mereka (Coviello et al, 2002; O'Malley dan Tynan, 2000; sorce dan Edwards, 2004).
Hubungan Pemasaran (Relationship Marketing) diperkenalkan oleh Leonard L. Berry tahun 1983. Menurut Berry (1995) hubungan pemasaran sebagai konsep baru dan mendefinisikan sebagai pemeliharaan, daya tarik dan peningkatan hubungan dengan pelanggan (Berry, 2002). Morgan dan menempatkan definisi yang sama untuk Relationship Marketing dan menggambarkannya sebagai pembentukan, pengembangan dan pemeliharaan pertukaran relasional efektif; mereka mengakui hubungan pemasaran sebagai bagian dari paradigma “jaringan berkembang” (Morgan dan Hunt, 1994). Gummesson menunjuk hubungan pemasaran sebagai pergeseran paradigma yang paling menjanjikan yang mampu meningkatkan pemasaran yang realistis (Gummesson, 1998). Karena pentingnya hal tersebut terus meningkat dari hubungan pemasaran pada mencapai pemahaman yang lebih baik dari hubungan penjual dengan pembeli, pada penggabungan hubungan yang diinginkan dan harus dipelajari (Crosby et al, 1990).  Ada beberapa pendekatan untuk mempelajari Relationship Marketing, Morgan dan Hunt (1994) menguji teori kepercayaan-komitmen pemasaran hubungan, sementara Hennig-Thurau dan Klee meneliti faktor-faktor intra-psikologis, kontekstual dan situasional (Hennig-Thurau dan Klee, 1997). Bendapudi dan Berry pada survei motif pelanggan untuk menjaga hubungan dengan penjual layanan (Bendapudi dan Berry, 1997). 
Gundlach dan Murphy mengamati hubungan pemasaran melalui yayasan etika dan hukum (Gundlach dan Murphy, 1993). Pentingnya hubungan pemasaran untuk bisnis saat ini, itulah mengapa beberapa praktisi menyebut bahwa tahun 1990-an merupakan dekade hubungan pemasaran dalam sejarah bisnis (Jap et al., 1999). Tak diragukan lagi bahwa pemasaran terutama tentang hubungan pertukaran antara perusahaan dan pelanggannya, kualitas dan layanan pelanggan memainkan peran utama dalam hubungan (Christopher et al., 1994). Selain perquisites nya, hasil dari Relationship Marketing juga harus diketahui. Lebih besar pemasaran produktivitas adalah salah satu manfaat utama dari pemasaran hubungan (Sheth dan Parvatiyar, 1995). Manfaat lain dari pemasaran hubungan bagi perusahaan termasuk tingkat rendahnya perpindahan pelanggan (tidak loyal) akan menyebabkan keuntungan yang lebih tinggi. Relationship Marketing juga menyediakan bisnis dengan pengetahuan berharga tentang persyaratan pelanggan dan kebutuhannya (Berry, 1995). Dalam jangka panjang, hubungan program pemasaran dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Ravald dan Gronroos, 1996). Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa hubungan praktik pemasaran akan terus berkembang di masa depan (Sheth dan Parvatiyar, 1995; Berry, 2002; Parvatiyar dan Sheth, 2000), ini menambah pentingnya mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi dari hubungan yang stabil antara perusahaan dan pelanggan mereka (Sheth dan Parvatiyar, 1995).
Manajemen mutu total (TQM) adalah salah satu konsep yang paling dibahas dan diteliti di bidang operasi manajemen (Nair, 2006) dan telah memperoleh pentingnya peningkatan di industri layanan selama dua dekade terakhir (Deming, 1986; Duncalf dan Dale, 1988; Flynn et al, 1994; Prajogo dan McDermott, 2005). Alasan untuk ini adalah pendapat umum diterima bahwa keberhasilan implementasi dari praktek TQM berdampak positif pada kinerja organisasi (Hendricks dan Singhal, 2001; Sousa dan Voss, 2002). Dalam konteks ini, perhatian khusus telah difokuskan kepada hubungan antara kinerja pengukuran (Performance Measurement) inisiatif pengukuran- seperti pendekatan yang seimbang dengan mempertimbangkan pandangan para pemangku kepentingan internal yang dan eksternal untuk organisasi - sebagai bagian dari peningkatan TQM dan kinerja (Babbar dan Koufteros, 2008; Franco-Santos et al, 2007; Marchand dan Raymond, 2008).
Meskipun telah diakui bahwa Performance Measurement harus mendorong pembelajaran organisasi dalam rangka untuk berkontribusi pada hasil organisasi positif dalam  jangka panjang (Choo et al, 2007; Kaplan dan Norton, 1992, 1996; Molina et al, 2007), faktor yang berdampak pada pelaksanaan dan link untuk belajar organisasi, yang meliputi pengembangan pengetahuan dan penggunaan pengetahuan itu untuk meningkatkan organisasi kinerja (Cummings dan Worley, 1997), tidak dipahami dengan baik. Selain itu, sebagian besar penelitian di bidang  implementasi telah dilakukan di manufaktur (Bititci et al., 2006) atau dalam transaksi cepat, bisnis-ke-pelanggan layanan (Sinclair dan Zairi, 2001). Studi semacam di industri jasa memiliki terutama difokuskan pada penyebaran mekanisme umpan balik pelanggan, seperti yang telah disarankan bahwa kualitas pelayanan adalah diciptakan oleh pelanggan dengan karyawan selama transaksi layanan (Zeithaml dan Bitner, 2000). Oleh karena itu, telah diakui bahwa itu adalah sangat penting bagi operasi layanan untuk memahami bagaimana mekanisme umpan balik pelanggan dapat diimplementasikan untuk meningkatkan pembelajaran organisasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas layanan (Awuah, 2006; Hoffman dan Bateson, 1997; Morgan, 2004; Parasuraman et al, 1985; Rosen dan Surprenant, 1998).
Beberapa studi terdahulu masih mengindikasikan terdapatnya keragaman variabel lain yang tercipta (outcome/dihasilkan) oleh kualitas hubungan pemasaran (Lihat Tohidinia dan Haghighi, 2011; Ndubisi, 2007; Ndubisi, Lattimore, Yang, dan Capel, 2011). Pertama, studi yang mengungkap bahwa relationship marketing mempengaruhi customer loyalty yang pengaruhnya dimediasi oleh perceived of relationship marketing, customer trust dan customer commitment (Lihat Too et. al, 2000). Trust dan commitment merupakan ouput dari relationship marketing, bersama-sama dengan perceived of relationship marketing memediasi pengaruh dari relationship marketing pada customer loyalty. Studi Vesel dan Zabkar (2010) loyalty programme quality pada relationship quality dan customer loyalty, hubungan personal interaction quality pada relationship quality.


LANDASAN TEORI
Relationship Marketing
Konsep hubungan pemasaran (relationship marketing) telah muncul dalam bidang pemasaran jasa dan industri pemasaran (Berry, 1983; Jackson, 1985; Christopher et al, 1991;. Gummesson, 1991). Berry (1983) melihat hubungan pemasaran sebagai strategi untuk menarik, mempertahankan dan meningkatkan hubungan pelanggan. Hubungan pemasaran adalah untuk membangun, memelihara, dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan mitra lainnya, pada keuntungan, sehingga tujuan dari pihak yang terlibat terpenuhi (Gronroos, 1994). Hal ini dicapai dengan simbiosis yang saling menguntungkan dan pemenuhan janji-janji (Ndubisi, 2003). Pendekatan interaksi dan jaringan industri pemasaran dan pendekatan layanan yang pemasaran modern, jelas memandang pemasaran sebagai proses interaktif dalam konteks sosial di mana membangun hubungan dengan manajemen adalah fondasi penting (Bagozzi, 1975; Webster, 1992). Kotler (1992) menyarankan bahwa perusahaan harus bergerak dari transaksi jangka pendek berorientasi pada tujuan jangka panjang membangun hubungan yang sukses.
Kavali et al. (1999) menunjukkan bahwa hubungan pemasaran adalah tentang hubungan yang sehat ditandai oleh kepercayaan, keadilan, dan komitmen.  Morgan dan Hunt, (1994); Crosby et al, (1990); dan Ndubisi, (2006) telah mendokumentasikan konstruksi berikut, yaitu: kepercayaan, komitmen, penanganan konflik dan komunikasi atau berbagi rahasia sebagai dasar utama hubungan pemasaran. Percaya sebagai fondasi penting dari pemasaran hubungan adalah sangat penting dalam membangun hubungan kualitas sebagai individu mencari perilaku diprediksi dan wajib menjadi bagian dari mitra relasional mereka sehingga tingkat yang relatif tinggi kepastian melekat pada penghargaan masa depan (Millar dan Rogers, 1987). Crosby et al. (1990) dan Dwyer dan Oh (1987) sepakat bahwa kualitas hubungan adalah tatanan membangun yang lebih tinggi terdiri dari kepercayaan di antara dimensi yang berbeda tetapi terkait dengan lainnya. Menumbuhkan kepercayaan pembeli sangat penting di mana ketidakpastian dan risiko yang melekat dan kontrak dan jaminan sering tidak ada (Schlenker et al., 1973) dan dapat berujung pada peningkatan kualitas hubungan. Percaya hasil dari janji menjaga beberapa faktor lainnya (Ndubisi dan Chan, 2005). Calonius (1988) menekankan bahwa unsur integral dari pendekatan hubungan pemasaran adalah konsep janji. Menurut Calonius tanggung jawab pemasaran tidak hanya, atau dominan, termasuk memberikan janji-janji dan dengan demikian membujuk pelanggan sebagai mitra pasif pada pasar untuk bertindak dengan cara tertentu, tetapi dalam menepati janji, yang mempertahankan dan meningkatkan hubungan berkembang. Memenuhi janji yang telah diberikan menumbuhkan kepercayaan dan pada gilirannya meningkatkan kualitas hubungan (Ndubisi dan Chan, 2005).



Competency
Competency atau kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontrak, pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi (Tjiptono dan Candra, 2005:132). 
Hubungan antara pengaruh  kompetensi dan  harapkan  dengan hubungan antara hasil yang yang dipengaruhi (Johnson dan Zinkhan, 1991). Konsumen yang percaya penyedia layanan lebih kompeten, mungkin untuk memiliki perasaan positif berkaitan terhadap penyedia layanan. Meskipun kompetensi mungkin tidak selalu menghasilkan respon afektif terhadap pertemuan pelayanan, dan kemampuan ada.
Salomo et al (1985) telah menyarankan bahwa ketika tidak ada produk nyata yang diberikan dalam pertemuan layanan, cara penyampaian menjadi lebih penting. Dimensi kualitas layanan yang dijelaskan sebelumnya juga menekankan pentingnya metode penyampaian, dengan penekanan khusus pada interaksi manusia antara penyedia dan pelanggan. Dua atribut pelayanan yang menangkap dimensi fungsional pertemuan jasa adalah kompetensi dan keramahan. Kompetensi adalah keterampilan atau keahlian dari penyedia dalam memberikan layanan. Banyak layanan,  terutama jasa profesional, dibeli/digunakan karena konsumen tidak memiliki keahlian yang diperlukan atau keterampilan untuk memecahkan masalah dalam memenuhi kebutuhannya. Namun, kompetensi adalah atribut layanan penting bahkan untuk jasa yang dibeli hanya  untuk mendapatkan kemudahan agar orang lain melakukan tugas tersebut.
Ketika menilai kualitas pelayanan, konsumen akan sering menghubungkan beberapa tingkat kompetensi penyedia layanan. Dengan demikian, kompetensi dirasakan berfungsi sebagai indikator konsistensi dengan layanan masa depan yang mungkin akan diberikan penyedia jasa. Konsumen lebih cenderung untuk merekomendasikan penyedia layanan yang mereka anggap berkompeten.

Communication
Communication atau komunikasi, artinya menyampaikan informasi kepada para pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk di dalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/ layanan yang ditawarkan, biaya jasa, trade-off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan masalah potensial yang mungkin timbul (Tjiptono dan Candra, 2005:133).        
Komunikasi berarti memberikan informasi yang tepat waktu dan termasuk informasi yang dapat dipercaya jika masalah pengiriman terjadi, informasi tentang jaminan kualitas; informasi prosedural untuk pelanggan dan kesempatan untuk umpan balik pelanggan, dan lain-lain. Palmatier et al. (2006) komunikasi meningkatkan kualitas hubungan dan membangun hubungan yang lebih kuat. Hal ini didukung oleh penelitian lain yang menemukan bahwa komunikasi yang intensif terjadi pada hubungan dekat (Holden dan O'Toole, 2004). Meski telah ditemukan bahwa gaya komunikasi bisa sangat berbeda pada fokus di Asia dan Barat (Yum, 1988), komunikasi telah diidentifikasi sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi olehpertukaran mitra untuk setiap pertukaran hubungan (terlepas dari budaya) terjadi (Kotler, 1988).

Conflict Handling
Conflict Handling atau penanganan konflik didefinisikan oleh Thomas dan Kilmann (1974) sebagai situasi di mana keprihatinan dari dua orang tampaknya tidak kompatibel. Hal ini menunjukkan hubungan yang jelas dengan mempengaruhi dan negosiasi karena keduanya dapat dilihat sebagai cara yang mungkin dengan mana setiap konflik dapat diselesaikan. Menurut definisi, mempengaruhi melibatkan mencoba untuk mendapatkan orang lain untuk melakukan apa yang mereka dinyatakan mungkin tidak melakukannya. Dengan demikian, dapat memberikan kontribusi untuk mengurangi ketidakcocokan yang jelas antara mereka yang terlibat dalam konflik. Negosiasi adalah salah satu formof mempengaruhi dan tentang mencoba untuk mencapai win-win. Ini adalah proses kompromi, yang melibatkan kedua-belah pihak dengan set yang tujuan berbeda, berdasarkan kepentingan pribadi yang berbeda. Hal ini, berdasarkan sifatnya bervariasi, proses dimaksudkan untuk mengurangi ketidaksesuaian antara pihak yang terlibat.
Mengacu pada situasi di mana konflik dapat dikatakan terbuka di kedua belah pihak mengakui bahwa kekhawatiran mereka tidak kompatibel. Hal ini tampaknya menjadi situasi yang dibayangkan oleh Thomas dan Kilmann (1974). Konflik dalam model terbuka mereka setidaknya sampai-sampai kedua belah pihak menerima bahwa, pada saat tertentu, kekhawatiran mereka tampaknya tidak kompatibel. Namun, penggunaan yang mempengaruhi dan negosiasi tidak hanya terbatas pada keadaan ini. Keduanya dapat digunakan di mana para pihak percaya kekhawatiran mereka untuk menjadi konsisten satu sama lain. Masing-masing dari kedua belah pihak dalam negosiasi, misalnya, mungkin percaya bahwa keinginan lain untuk mencapai kesepakatan dan bahwa tujuan dari negosiasi adalah untuk menyelesaikan ketentuan perjanjian. Dalam situasi ini, namun, mempengaruhi dan negosiasi memiliki potensi untuk menimbulkan konflik. Setiap usaha untuk membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu, yang mungkin dilakukan mereka tidak sebaliknya, misalnya, harus membawa risiko bahwa hal itu akan mengekspos masalah "yang tampaknya tidak kompatibel".
Jelas bahwa konsep penanganan konflik, mempengaruhi dan bernegosiasi saling terhubung. Namun, ini hanya memberitahu kita jumlah tertentu tentang bagaimana mereka saling terkait dan penelitian empiris selanjutnya diperlukan untuk menyelidiki hubungan lebih lanjut.  Kerangka kerja penanganan konflik ini untuk melihat mempengaruhi strategi dan gaya digambarkan oleh Manning dan Robertson (2003). Ini mengidentifikasi enam strategi mempengaruhi dan dua dimensi gaya, masing-masing dengan dua ekstrim kutub. Beberapa kesimpulan sementara dapat ditarik dari ini tentang hubungan antara penanganan konflik dan pengaruhnya. Sehubungan dengan enam strategi mempengaruhi, tampaknya membenarkan pandangan bahwa strategi yang berbeda berhubungan dengan situasi yang berbeda. Paksaan, misalnya, sangat terkait dengan persaingan sebagai pendekatan untuk menangani konflik; dan pertukaran berkaitan dengan kolaborasi.
Hal ini juga menunjukkan bahwa berbagai pendekatan untuk
penanganan konflik dapat diperlakukan sebagai aspek mempengaruhi. Misalnya, tidak seperti hal lainnya strategi mempengaruhi, tidak berhubungan dengan setiap khususnya modus penanganan konflik yang berarti bahwa strategi mempengaruhi melampaui penanganan konflik. Beberapa strategi seperti kemitraan dan hubungan mendukung dalam menghindari konflik, dan dengan demikian  situasi di mana penutup kekhawatiran yang tidak kompatibel mungkin tidak muncul. Mereka mendekati situasi ini berbeda, namun.  Kemitraan adalah tentang kerja sama yang ramah dan kolaborasi saat mendukung hubungan kedua belah pihak terkait untuk menangkap kesempatan saling  menguntungkan.
Penanganan konflik mengacu pada kemampuan pemasok untuk menghindari potensi konflik dan menyelesaikan konflik nyata sebelum mereka menciptakan masalah (Dwyer et al., 1987). Hal ini juga menunjukkan dengan kemampuan untuk membahas masalah yang timbul dan solusi mereka secara terbuka. Ndubisi (2007) dikategorikan ke dalam penanganan konflik memiliki efek terlebih dahulu/awal (berusaha untuk  mencegah sumber konflik) dan penanganan konflik reaktif yang mencoba untuk memecahkan masalah nyata dan membuat layanan pemulihan. Sementara pemulihan jasa secara positif mempengaruhi kualitas hubungan (Mattila dan Patterson, 2004), ada daerah penting lainnya yang telah banyak diabaikan - cara layanan perusahaan dapat menghindari kegagalan layanan (Va'zquez-Casielles et al, 2007) melalui penanganan konflik prepentif. Konflik umumnya terjadi akibat ketidakadilan yang dirasakan (Adams, 1963), oleh karena itu prepentif sumber ketidakadilan dan forestalling itu akan meningkatkan kualitas hubungan yang dirasakan.
Relationship Quality
Relationship Quality atau konsep kualitas hubungan dapat dinyatakan sebagai multidimensi meta konstruk mencerminkan sifat keseluruhan dari hubungan antara perusahaan dan konsumen (Hennig-Thurau, 2000; Hennig-Thurau et al, 2002) dan sebagai syarat untuk hubungan jangka panjang dan retensi pelanggan (Bejou et al, 1996; Crosby et al, 1990; Hennig-Thurau, 2000; Hennig-Thurau dan Klee, 1997; Moliner et al, 2007). Memiliki "karakter dinamis" (Moliner et al, 2007), yang membangun sendiri dapat dipahami sebagai "dinamika jangka panjang pembentukan kualitas dalam hubungan pelanggan yang sedang berlangsung" (Gronroos, 2001). Hal ini memberikan membangun gagasan subyektif (Moliner et al., 2007), yang berarti bahwa persepsi kualitas pelanggan berkembang dan berubah sejalan dengan durasi hubungan dan bahwa perspektif jangka panjang terhadap gagasan kualitas hubungan harus diambil (Storbacka et al, 1994).
Meskipun arti-penting dari kualitas hubungan sebagai konstruksi tatanan yang lebih tinggi menggambarkan nilai pelanggan yang melekat pada hubungan mereka dengan penyedia layanan dan dalam menjaga pelanggan setia, penelitian yang sangat terbatas telah dilakukan mengenai hal tersebut. Di antara penelitian mengenai anteseden beberapa kualitas hubungan adalah Crosby et al. (1990), Wong dan Sohal (2002), dan Ndubisi (2004). Namun, karya-karya ini bukan tanpa keterbatasan. Misalnya, operasionalisasi kualitas hubungan di Crosby et al. (1990) dalam hal kepercayaan dan kepuasan adalah mengkhawatirkan karena keduanya konstruksi jelas anteseden kualitas hubungan. Wong dan Sohal (2002) dan Ndubisi (2004) mencoba untuk mengisi kesenjangan operasionalisasi tetapi secara lebuh dekat dengan mempertimbangkan pada sejumlah keterbatasan dari dasar-dasar pemasaran relasional sebagai anteseden kualitas hubungan, bukan menggunakan pandangan holistik. Wong dan Sohal (2002) memandang kepercayaan dan komitmen, Ndubisi (2004) termasuk komunikasi. Swan et al. (1985) berkonsentrasi pada kepercayaan dan kepuasan. Hingga saat ini kebutuhan untuk memeriksa kunci dasar-dasar pemasaran relasional sebagai anteseden kualitas hubungan (dikonsep secara independen kepercayaan dan kepuasan), dan tingkat mereka kontribusi tetap.
Dalam beberapa konteks pelayanan, pembeli menghadapi ketidakpastian yang berasal dari faktor-faktor seperti tidak dapat memahami, kompleksitas, kurangnya keakraban layanan dan pandangan jangka panjang pengiriman (Crosby et al., 1990). Ketidakpastian dari hasil menyiratkan kemungkinan kegagalan layanan dan konsekuensi yang tidak menguntungkan. Hubungan kualitas dari perspektif pelanggan dicapai melalui kemampuan tenaga penjual untuk mengurangi ketidakpastian yang dirasakan (Zeithaml, 1981). Kualitas hubungan tinggi pelanggan dapat percaya kepada penyedia layanan, dan dapat mengandalkan komitmennya pada pelayanan dan hubungan yang berkembang, komunikasi yang efisien dan kemampuan penanganan konflik.
Levitt (1986) mendefinisikan kualitas hubungan sebagai sebuah paket nilai tidak berwujud, yang menambah produk atau jasa dan hasil dalam pertukaran yang diharapkan antara pembeli dan penjual. Konsep yang lebih umum dari kualitas hubungan menggambarkan kedalaman keseluruhan dan iklim hubungan (Johnson, 1999). Kualitas hubungan mengacu pada persepsi pelanggan tentang seberapa baik hubungan keseluruhan memenuhi harapan, prediksi, tujuan, dan keinginan pelanggan telah mengenai hubungan keseluruhan (Jarvelin dan Lehtinen, 1996). Ini pada gilirannya membentuk kesan keseluruhan bahwa pelanggan telah mengenai hubungan keseluruhan termasuk transaksi yang berbeda. Gummesson (1987) mengidentifikasi dua dimensi kualitas hubungan dalam layanan bertatap muka, yang didefinisikan sebagai hubungan profesional dan hubungan sosial. Hubungan eks-pelanggan didasarkan pada demonstrasi kompetensi operator selular, sedangkan yang kedua didasarkan pada efektivitas interaksi sosial penyedia layanan dengan pelanggan. Kualitas hubungan telah dilihat sebagai konstruksi tatanan yang lebih tinggi (Anderson dan Gerbing, 1988) terdiri dari setidaknya dua dimensi:
(1) kepercayaan (Swan et al 1985.), dan
(2) kepuasan (Crosby dan Stephens, 1987).

Akhir-akhir ini para ahli telah menyadari bahwa membatasi anteseden kualitas hubungan dengan kepercayaan dan kepuasan (Swan et al, 1985; Crosby dan Stephens, 1987), atau seperti dalam kombinasi lengkap lainnya seperti kepercayaan dan komitmen (Wong dan Sohal, 2002), atau kepercayaan, komitmen dan komunikasi (Ndubisi, 2004) telah merampok banyak pemahaman yang mungkin telah diperoleh dengan mengambil pandangan menyeluruh dari dimensi kualitas hubungan. Akibatnya memeriksa kualitas hubungan sebagai tatanan yang lebih tinggi membangun terdiri dari empat dasar-dasar pemasaran hubungan primer (Ndubisi, 2006) diperlukan. Teori menyatakan bahwa mitra sosial penetrasi akan terus memperdalam hubungan selama manfaat yang diharapkan melebihi biaya diantisipasi (Altman dan Taylor, 1973). Sejak hubungan kualitas tinggi dapat mengurangi ketidakpastian pelanggan atau dianggap risiko, dan kepercayaan, komitmen, komunikasi, penanganan konflik dapat meningkatkan kualitas hubungan, adalah logis untuk mengharapkan hubungan langsung antara empat dasar-dasar pemasaran hubungan primer dan kualitas hubungan secara keseluruhan.
Di antara dimensi kualitas hubungan membangun dalam studi tentang pasar konsumen, penelitian secara konsisten menunjukkan konsep kepercayaan dan kepuasan (Bejou et al, 1996; Crosby et al, 1990; Lin dan Ding, 2005; Wray et al, 1994). Namun, sebagian besar penulis juga menambahkan dimensi komitmen (De Wulf et al, 2001, Hennig-Thurau, 2000; Macintosh, 2007; Moliner et al, 2007), Sementara hanya sedikit menambahkan beberapa dimensi lain di luar tiga yang berlaku yang (konflik afektif misalnya dalam Roberts et al, 2003, atau ikatan sosial dalam Lang dan Colgate, 2003). Untuk alasan ini, kita membuat konsep konstruk kualitas hubungan dalam lingkungan ritel dengan kepercayaan, komitmen kepuasan, dan. Semuanya sinyal jangka panjang orientasi, konektivitas dengan pasar konsumen (Farelly dan Quester, 2005; Garbarino dan Johnson, 1999; Lang dan Colgate, 2003; Morgan dan Hunt, 1994; Woo dan Ennew, 2004) dan berdiri dengan tes waktu dan pengawasan (Macintosh, 2007).
Komitmen dan kepercayaan diakui sebagai komponen kunci dalam paradigma hubungan pemasaran dan teori pertukaran sosial (Berry, 2000; Buttle, 1996; Egan, 2000; Garbarino dan Johnson, 1999; Hennig-Thurau et al, 2002; Morgan dan Hunt, 1994; Wong dan Sohal, 2002). Banyak penulis mendefinisikan komitmen sebagai multidimensi membangun terdiri dari komponen afektif, kalkulatif dan normatif (Bansal et al, 2004; Gruen et al, 2000; Gundlach et al, 1995). Namun, dalam pasar konsumen itu adalah kurang umum sebagai kasus umum bahwa konsumen merasa kewajiban dan keterikatan moral yang berbasis terhadap pengecer, seperti yang tersirat oleh komitmen normatif (Meyer dan Allen, 1997). Namun tingkat komitmen yang tinggi diberikan bila ada merupakan sebuah rasional dan ikatan afektif dengan hubungan (Hennig-Thurau dan Klee, 1997), menunjukkan persepsi dua dimensi pada tingkat perhitungan emosional dan sadar (Bergha¨II, 2003). Akibatnya, studi ini berfokus pada dua dimensi komitmen, komitmen yaitu afektif dan kalkulatif. Dalam membedakan antara kepercayaan dalam kredibilitas mitra dan kepercayaan dalam kebajikan pasangannya (Doney dan Cannon, 1997; Ganesan, 1994; Kumar et al, 1995; Roberts et al, 2003), studi ini berfokus pada jenis mantan kepercayaan, didefinisikan sebagai "kepercayaan konsumen dalam kehandalan pengecer dan integritas" itu (De Wulf et al., 2001). Storbacka et al. (1994) negara, kepuasan ditingkatkan mengarah ke hubungan yang lebih kuat, menempatkan kepuasan pada inti dari hubungan pertukaran (Roberts et al., 2003). Seorang pelanggan yang tidak puas dengan layanan yang diterima sehingga tidak dapat diharapkan memiliki hubungan yang baik dengan perusahaan karena pelanggan yang telah mengembangkan hubungan dengan perusahaan mengharapkan pengiriman memuaskan inti dari produk atau jasa (Gwinner et al. 1998).
Secara keseluruhan, ini berarti bahwa hubungan kualitas yang lebih baik akan menghasilkan tingkat yang lebih tinggi kepercayaan, kepuasan, komitmen kalkulatif dan afektif. Selain itu, kami mengikuti pendekatan dari banyak penulis yang mendefinisikan kualitas hubungan sebagai tatanan yang lebih tinggi membangun terdiri dari beberapa yang berbeda, meskipun dimensi terkait (Crosby et al, 1990; De Wulf et al, 2001; Hibbard et al, 2001; Lin dan Ding, 2005; Roberts et al, 2003).
Dalam tingkat lingkungan ritel yang berbeda dari hubungan mungkin muncul. Secara umum, pelanggan mungkin membangun hubungan dengan perusahaan (toko) atau dengan tenaga penjualan (Beatty et al, 1996; Macintosh dan Lockshin, 1997; Wong dan Sohal, 2002). Ketika operasionalisasi konstruk kualitas hubungan studi ini berfokus pada hubungan pelanggan memiliki dengan peritel sebagai suatu perusahaan. Agar tidak mengabaikan keberadaan multi-level hubungan di ritel dan pentingnya tenaga penjualan dalam mengembangkan hubungan yang kuat dengan pelanggan (Foster dan Cadogan, 2000), kita fokus pada hubungan antara pelanggan dan penjual melalui konsep kualitas interaksi pribadi, seperti yang dijelaskan kemudian.
Hubungan antara pelanggan dan pengecer juga dapat dipahami sebagai hubungan dengan merek perusahaan pengecer, karena merek dapat dilihat sebagai hubungan mitra yang layak (Fournier, 1998) dan pencipta hubungan pelanggan dalam (Aaker dan Joachimsthaler, 2000). Konsumen yang melekat pada nama perusahaan (Blech dan Blech, 1998) lebih mungkin untuk mengembangkan hubungan dengan merek (Foster dan Cadogan, 2000; Kumar et al, 2003).
Umumnya pengecer lebih mungkin memiliki dampak pada kualitas pelayanan dari pada kualitas produk (Sweeney et al., 1997) dan karena layanan yang memenuhi kebutuhan pelanggan adalah penting untuk hubungan yang berkualitas tinggi (Hennig-Thurau dan Klee, 1997), kualitas layanan dapat dianggap sebagai kondisi yang diperlukan untuk kualitas hubungan (Crosby, 1989, dikutip dalam Crosby et al, 1990; Rosen dan surprenant, 1998). Namun, pertumbuhan dan ketersediaan label swasta, terutama dalam industri barang konsumen kemasan (Ailawadi et al., 2008) menempatkan manuver lebih ke tangan pengecer 'ketika kualitas produk yang bersangkutan. Misalnya, dalam tipologi yang merek ritel, Burt (2000) membahas empat generasi label pribadi (yaitu generik, "quasi-brand ", merek sendiri dan merek sendiri diperpanjang) di mana tujuan kualitas produk yang berbeda harus dikejar. Dalam garis pemikiran ini, Ailawadi et al. (2008) tantangan pengecer nilai untuk meningkatkan kualitas label pribadi dan dengan demikian menutup kesenjangan antara kualitas yang kurang baik sering produk private label aktual dan dirasakan dari titik pandang pelanggan.
Saat meneliti hubungan antara konstruk kualitas layanan dan kualitas hubungan, kita mengikuti Roberts et al (2003) serta De Wulf et al (2003) oleh pendekatan terutama berfokus pada dua elemen yang dipilih dari kualitas layanan ritel saja- loyalitas yaitu kualitas program dan kualitas interaksi pribadi. Karena kualitas hubungan mempengaruhi hubungan jangka panjang dan retensi pelanggan (Bejou et al, 1996; Crosby et al, 1990; Hennig-Thurau, 2000; Hennig-Thurau dan Klee, 1997), kami juga menyelidiki hubungan antara fokus membangun dan konsekuensi-loyalitas pelanggan.
Di antara dimensi kualitas hubungan membangun dalam studi tentang pasar konsumen, penelitian secara konsisten menunjukkan konsep kepercayaan dan kepuasan (Bejou et al, 1996; Crosby et al, 1990; Lin dan Ding, 2005; Wray et al, 1994). Namun, sebagian besar penulis juga menambahkan dimensi komitmen (De Wulf et al, 2001, Hennig-Thurau, 2000; Macintosh, 2007; Moliner et al, 2007), sementara hanya sedikit menambahkan beberapa dimensi lain di luar tiga yang berlaku (konflik afektif misalnya dalam Roberts et al., 2003, atau ikatan sosial dalam Lang dan Colgate, 2003).
Untuk alasan ini, kita membuat konsep konstruk kualitas hubungan dalam lingkungan ritel dengan kepercayaan, komitmen kepuasan, dan. Semuanya sinyal jangka panjang orientasi, konektivitas dengan pasar konsumen (Farelly dan Quester, 2005; Garbarino dan Johnson, 1999; Lang dan Colgate, 2003; Morgan dan Hunt, 1994; Woo dan Ennew, 2004) dan berdiri dengan tes waktu dan pengawasan (Macintosh, 2007).

Customer Satisfaction
Gerson mendefinisikan customer satisfaction atau kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Kepuasan konsumen terhadap pembelian tergantung pada kinerja produk yang sebenarnya, sehingga sesuai dengan harapan pembeli. Konsumen memiliki berbagai macam tingkatan kepuasan. Jika keberadaan suatu produk berada di bawah harapan pembeli, maka pembeli tidak merasa puas. Jika sesuai dengan harapan, maka konsumen akan merasa puas. Sedangkan Mowen dalam Tjiptono (2005:349) merumuskan kepuasan pelanggan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (Acquisition) dan pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan merupakan penilaian evaluatif yang dihasilkan dari seleksi pembelian spesifik.
Kepuasan pelanggan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2005:42).
Kepuasan konsumen merupakan suatu hal yang sangat berharga demi mempertahankan keberadaan konsumen tersebut untuk tetap berjalannya suatu bisnis atau usaha. Kepuasan konsumen berkontribusi pada sejumlah aspek penting, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatkan reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan dan meningkatkan efisiensi serta produktifitas karyawan (Tjiptono, 2004:348). Layanan yang diberikan kepada konsumen akan menimbulkan puas atau tidaknya seorang konsumen atas pelayanan yang diberikan. Beberapa perusahaan telah menyadari bahwa produk yang hebat tidaklah cukup untuk menarik pelanggan, namun yang lebih penting adalah membuat pelanggan untuk kembali membeli produk itu (Armistead dan Clark, 1992:2).

Word of Mouth
Mulut ke mulut atau Word of mouth merupakan pernyataan (secara personal maupun non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi penyedia jasa kepada pelanggan. WOM biasanya lebih kredibel dan efektif, karena yang menyampaikan adalah orang-orang yang dapat dipercaya pelanggan, diantaranya para ahli, teman, keluarga, rekan kerja, dan publisitas media massa. Disamping itu WOM juga cepat diterima sebagai referensi, karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri (Tjiptono dan Candra,2005:128).
Desas-desus bukanlah mengenai iklan yang bagus atau pameran dagang yang gemerlap. Desas-desus adalah mengenai apa yang terjadi di jaringan-jaringan yang tidak kelihatan, yaitu jaringan informasi antar-perorangan yang menghubungkan para pelanggan satu sama lain (Rosen, 2004: 15). Jaringan yang tidak kelihatan selalu penting dalam menyebarkan produk-produk tertentu. Dewasa ini jaringan-jaringan itu sangat penting dan tidak dapt lagi diabaikan. Untuk persaingan perusahaan-perusahaan harus mengerti bahwa mereka menjual bukan kepada pelanggan perorangan.
Pemasaran mulut ke mulut (buzz marketing) upaya menghasilkan bisnis melalui informasi mulut ke mulut akan berkembang. Para pemasar telah meningkatkan kemampuan mereka dalam mengenali orang berpengaruh, punya suara, dan orang-orang penting lainnya, kemudian melakukan pendekatan agar mereka dapat menyebarkan insformasi tentang sebuah produk atau jasa baru (Kotler, 2005: 133).

Repurchase Intention
Minat pembelian ulang atau repurchase intention merupakan pernyataan sikap mengenai bagaimana seseorang akan berperilaku di masa yang akan datang (Söderlund dan Öhman, 2003). Minat pembelian ulang (repurchase intention) merupakan suatu komitmen  konsumen yang terbentuk setelah konsumen melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Komitmen ini timbul karena kesan positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen merasa puas terhadap pembelian tersebut (Hicks et al, 2005). Butcher (2005) berpendapat bahwa minat konsumen untuk membeli ulang adalah salah satu ukuran dari keberhasilan dari suatu perusahaan, terutama perusahaan jasa.
Menurut Hellier et al (2003) minat beli ulang merupakan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh dari perusahaan yang sama, melakukan pengeluaran untuk memperoleh barang dan jasa tersebut dan ada kecenderungan  dilakukan secara berkala. Akumulasi dari pengalaman dan pengetahuan konsumen terhadap suatu merek merupakan faktor yang dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian kembali merek yang sama. Konsumen beranggapan bahwa hal ini lebih ekonomis dan efisien daripada konsumen harus kembali mencari tahu tentang brand yang lain (Youne dan Suna, 2004). Aaker (1991, dalam Langner et al 2006) mengemukakan bahwa bagi perusahaan, ekuitas merek tidak hanya memberi keuntungan langsung, tetapi juga keuntungan jangka panjang dengan memelihara konsumen untuk tetap melakukan pembelian ulang terhadap produk mereka. Merek yang kuat akan menyebabkan konsumen akan selalu ingat akan merek tersebut.

Feedback
Umpan balik atau feedback sebagai proses pelayanan sangat tergantung pada interaksi antara karyawan dan pelanggan (Gronroos, 1990; Zeithaml dan Bitner, 2000), telah menyarankan bahwa pengumpulan umpan balik pelanggan sangat relevan untuk operasi layanan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa umpan balik tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran organisasi tentang cara meningkatkan interaksi karyawan dengan pelanggan, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan (Babbar dan Koufteros, 2008; Maddern et al, 2007; Tontini dan Silveira, 2007).
Sebagai gagasan berlaku bahwa kualitas pelayanan mungkin berhubungan dengan kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya dapat berdampak positif pada keberhasilan jangka panjang organisasi, banyak peneliti telah fokus pada pengembangan pengukuran seperti SERVQUAL dan SERVPERF, untuk menangkap umpan balik pelanggan yang berkaitan dengan kualitas pelayanan (Caruana, 2002; Cronin dan Taylor, 1992; Parasuraman et al, 1985;. Rosen dan Surprenant, 1998). Meskipun SERVQUAL telah mendapatkan popularitas yang kuat, juga telah menyatakan bahwa tindakan langsung dari kinerja pelayanan, seperti SERVPERF (Cronin dan Taylor, 1992), mungkin mencerminkan tingkat kualitas layanan yang lebih akurat daripada alat yang didasarkan pada model diskonfirmasi “harapan” (Rosen dan Surprenant, 1998). Sebagaimana diuraikan oleh Awuah (2006), kemampuan organisasi untuk memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan dan sekarang sedang dianggap sebagai kompetensi kunci untuk meningkatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Pembelajaran Organisasi (Easterby-Smith dan Marjoree, 2003), yang telah digambarkan sebagai proses organisasi di mana pengetahuan dikembangkan dan digunakan untuk meningkatkan kinerja secara berkelanjutan (Cummings dan Worley, 1997), memainkan peran utama dalam pengembangan kompetensi ini sebagai organisasi yang terus menerus terlibat dan mengumpulkan pengetahuan tentang pelanggan dan mengembangkan kapasitas untuk melakukan layanan lebih baik (Tzokas dan Saren, 2004). Dengan demikian, telah diakui bahwa kemampuan pembelajaran organisasi ini berbeda dengan pelaksanaan loop kontrol operasi belaka bahwa kualitas kontrol berdasarkan standar kinerja yang telah ditetapkan, karena mendorong kemampuan alam utilitarian dan psikologis dalam jangka panjang (Morgan, 2004). Ini termasuk pengetahuan ditingkatkan dan pengambilan keputusan tentang cara untuk memenuhi tujuan kinerja, meningkatkan komunikasi internal dan pertukaran, keterlibatan dan kerjasama, serta motivasi dan komitmen terhadap organisasi dan kinerja organisasi. Akibatnya, penekanan lebih telah ditempatkan pada integrasi berbagai langkah-langkah umpan balik pelanggan ke dalam kerangka kerja Manajemen Kinerja organisasi, seperti balanced scorecard (Kaplan dan Norton, 1992, 1996), untuk fokus meningkatkan pelanggan, pembelajaran organisasi dan dengan kinerja jangka panjang (Argyris, 1995; Schein, 1993).
Karena pengakuan bahwa pembelajaran organisasi memberikan kontribusi untuk pencapaian keunggulan kompetitif strategis, tubuh besar literatur telah muncul untuk mengeksplorasi desain dan pelaksanaan mekanisme umpan balik yang berbeda melalui mana pengetahuan tentang pelanggan dapat dikumpulkan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja (Byrne, 2004; Ofir dan Simonson, 2001; Piercy, 1996; Staniforth, 1996). Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki kontribusi dari mekanisme umpan balik pelanggan yang berbeda untuk pembelajaran organisasi dalam kaitannya dengan pengembangan pengetahuan tentang kebutuhan pelanggan yang berubah dan penggunaan pengetahuan tersebut untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Terlepas dari kontroversi seputar efektivitas alat pengukuran yang berbeda yang menangkap tingkat layanan kualitas secara kuantitatif, ada juga perdebatan tentang kegunaan ukuran kuantitatif dari kualitas layanan pada umumnya. Misalnya, cara di mana kualitas indeks dan survei pelanggan dirancang dan diimplementasikan telah dikritik karena hanya memberikan informasi dangkal tentang pengalaman pelanggan layanan (Donnelly et al, 1995; Gilbert et al, 1998; Moores, 1996; Stone dan Bank, 1997). Oleh karena itu, semakin banyak penulis telah menyuarakan kekhawatiran tentang kegunaan survei pelanggan yang dilakukan dalam isolasi, karena mereka dianggap sebagai alat manajemen mahal yang tidak membantu dalam identifikasi aspek layanan bermasalah dan perbaikan mereka (Stone dan Bank, 1997; Wilson, 2002). Selain itu, Crandall (2002) menyoroti bahwa karyawan dapat melihat langkah-langkah survei sebagai tidak adil karena mereka menilai aspek layanan yang tidak dapat dipengaruhi melalui interaksi dengan pelanggan. Karena ini, juga telah menyatakan bahwa langkah-langkah umpan balik pelanggan dalam bentuk survei tersebut sebenarnya digunakan sebagai kontrol, bukan sarana belajar (Piercy, 1996; Sitkin et al, 1994).

Kerangka Pikir Penelitian
Untuk memperjelas pokok permasalahan dan memberikan arah dalam melakukan analisis, perlu adanya kerangka pemikiran. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


Model yang digunakan pada studi ini merupakan hasil replikasi dengan memodifikasi model outcome relation marketing dari lima predictor menjadi tiga prediktor untuk mempersempit hubungan variable yang diteliti sesuai dengan kondisi di lapangan yang dihasilkan dari kajian literature studi terdahulu. Model penelitian ini terdiri dari 8 variabel amatan yang digunakan untuk menjelaskan proses terbentuknya customer loyalty (positive word of mouth, repurchase intention, dan positive feedback) dengan implementasi strategi predictors outcome relation marketing.


Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2007: 64). Berdasarkan kerangka pikir penelitian maka hipotesis yang diajukkan dalam penelitian ini adalah:
Tingkat kompetensi penyedia layanan juga dapat dihitung sebagai faktor penentu dalam kualitas hubungan pembeli-penjual. Kompetensi didefinisikan sebagai memiliki keterampilan dan pengetahuan esensial dalam memberikan layanan, lebih jauh lagi, aspek fisik dan teknologi jasa dihitung sebagai faktor penting bagi sebagian besar pelanggan (Parasuraman et al, 1985). Untuk sebagian besar penyedia layanan, penawaran kompetensi dengan kinerja personel dan cara mereka menangani pekerjaan mereka serta alat-alat yang mereka terapkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Anderson dan Weitz, 1989). Maka hipotesis pertama yang diajukkan dalam penelitian ini adalah:
H1.    Competency berpengaruh positif pada relationship quality.


Tidak diragukan lagi bahwa pembeli dan penjual yang terlibat dalam interaksi sosial dinamis (Jap et al., 1999). Komunikasi didefinisikan dengan memberikan informasi kepada pelanggan yang memadai serta mendengarkan mereka ketika mereka perlu berkomunikasi (Parasuraman et al., 1985). Seiring dengan jenis verbal dan lain dari komunikasi langsung, mitra dapat berbagi sikap dan perasaan mereka juga (Weitz dan Jap, 1995). Komunikasi timbal balik sangat penting untuk mengkoordinasikan program dan tindakan (Anderson dan Weitz, 1989). Komunikasi juga dapat membawa lebih optimis ke dalam hubungan dan menyelesaikan konflik disfungsional (Anderson dan Weitz, 1992). Jadi kami mengusulkan hipotesis berikut:
H2.    Communication berpengaruh positif pada relationship quality.

Konflik dapat menjadi bagian dari setiap hubungan, termasuk hubungan pembeli-penjual (Daly et al., 2010). Konsep konflik (yang dikemukakan Rahim) sebagai proses interaktif yang diungkapkan oleh ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau disonansi dalam atau antara entitas sosial (Rahim, 2002). Oleh karena itu, penting bagi manajer untuk memahami alasan, konsekuensi dan proses konflik (Daly et al., 2010). 
Penanganan konflik berarti mendapatkan kepentingan bersama dari semua pihak untuk mendapatkan solusi yang integratif (Song et al, 2000). Sesuai gaya penanganan konflik dapat meningkatkan hubungan antara kedua belah pihak (Selnes, 1998). Oleh karena itu, kami mengusulkan hipotesis berikutnya sebagai berikut:
H3.    Conflict handling berpengaruh positif pada relationship quality.

Kepuasan pelanggan adalah respon emosional pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara harapan dan kinerja yang berpengalaman dari produk yang disediakan atau jasa (Vavra, 2002). Secara konseptual, kepuasan adalah hasil dari mengkonsumsi produk atau menggunakan layanan (Churchill dan surprenant, 1982). Kepuasan pelanggan telah intensif dibahas dalam konteks hubungan layanan (Hennig-Thurau dan Hansen, 2000).
Interaksi yang diinginkan dapat menghasilkan kepuasan pelanggan (Bendapudi dan Berry, 1997). Selanjutnya, pelanggan yang puas cenderung untuk memutuskan dan bertindak berdasarkan niat perilaku tertentu (Zeithaml et al., 1996). Sejumlah studi menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang meningkatkan hubungan mereka dengan pelanggan lebih mungkin untuk mencapai kepuasan pelanggan (Roos et al., 2006). Oleh karena itu kami mengusulkan hipotesis berikut:
H4.    Relationship quality berpengaruh positif pada customer satisfaction.

Word of mouth (komunikasi getuk tular) mengacu pada komunikasi informal antara pelanggan tentang evaluasi mereka barang dan jasa (Anderson, 1998). Sama seperti cara konsumen tidak puas dapat bereaksi terhadap kegagalan layanan dengan negatif word-of-mulut (Hocutt et al., 2006), pelanggan yang puas mungkin termasuk kata positif dari mulut ke mulut dalam reaksi perilaku mereka.
Kata positif dari mulut ke mulut telah diakui sebagai alat yang berharga untuk mempromosikan produk perusahaan dan jasa (Gremler et al., 2001). Pelanggan yang puas dengan layanan lebih mungkin untuk menghasilkan positif kata tular tentang penyedia layanan (So¨derlund, 1998). Temuan dari studi yang dilakukan oleh Ranaweera dan Prabhu menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki dampak positif pada kata pelanggan komunikasi mulut (Ranaweera dan Prabhu, 2003).Jadi kami mengusulkan hipotesis berikutnya sebagai berikut:
H5.    Customer satisfaction berpengaruh positif pada positive word of mouth.

Dalam konteks hubungan pemasaran, kepuasan pelanggan sering dilihat sebagai penentu semut impor retensi pelanggan (Hennig-Thurau dan Klee, 1997). Re-patronase berarti bahwa pelanggan terus membeli produk atau jasa; pada gilirannya, perilaku pembelian kembali berdampak langsung pada pendapatan pemasok (Soderlund, 2006). Kepuasan pelanggan dapat memiliki dampak yang besar pada pembelian kembali pelanggan dan kecenderungan retensi (Rust dan Zahorik, 1993; Oliver, 1999). Oleh karena itu kami mengusulkan hipotesis berikut:
H6.     Customer satisfaction dengan repurchase intention.
Umpan balik positif pelanggan didefinisikan sebagai komunikasi pelanggan dengan pemasok untuk mengungkapkan keseluruhan kepuasan dengan layanan yang ditawarkan atau produk dan juga memberikan saran konstruktif untuk perbaikan lebih lanjut dalam layanan (So¨derlund, 1998). Umpan balik pelanggan adalah alat yang bermanfaat untuk mewujudkan daerah kinerja yang perlu dikoreksi (Fundin dan Bergman, 2003). Hal ini juga memfasilitasi prosedur pemulihan layanan yang merujuk pada tindakan yang diperlukan organisasi untuk menebus kegagalan layanan (Smith et al., 1999). Menurut Soderlund (2006) pelanggan yang puas lebih mungkin untuk memberikan pemasok dengan umpan balik positif seperti saran dan pujian. Kepuasan pelanggan dengan m cemara dapat menyebabkan menyediakan pemasok dengan umpan balik positif (Soderlund, 2006). Hal ini menghasilkan hipotesis akhir:
H7.    Customer satisfaction berpengaruh positif pada positive feedback.


METODOLOGI PENELITIAN
Arikunto (2006: 130) mengatakan bahwa ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang melakukan pembelian HP di Erafone. Sampel adalah sebagian dari populasi yang hendak  diketahui  yang dianggap bisa mewakili populasi (Djarwanto; 1996). Sampel yang disarankan dalam penggunaan SEM adalah lebih dari 100 atau minimal 5-10 kali jumlah observasi (Ferdinand, 2006). Adapun sampel yang akan digunakan dalam penelitian telah mencukupi kriteria minimum sebesar 26 indikator x (5 sampai 10) =  130 sampai 260, sedangkan sampel dalam penelitian ini menggunakan 150 responden. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Nonprobability Sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang membatasi pada ciri-ciri khusus seseorang yang memberikan informasi yang dibutuhkan dengan cara menentukan koresponden. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah sebagian konsumen yang telah melakukan pembelian HP di Erafone minimal dua kali dan pendidikan minimal SMA.



Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Competency-Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontrak, pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi (Tjiptono dan Candra, 2005:132).  Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator – indikator sebagai berikut: (1) pengetahuan yang cukup, (2) member saran yang terbaik bagi konsumen, (3) memiliki keahlian, (4) memiliki pengetahuan atas tekhnologi. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Communication-Komunikasi berarti memberikan informasi yang tepat waktu dan termasuk informasi yang dapat dipercaya jika masalah pengiriman terjadi, informasi tentang jaminan kualitas; informasi prosedural untuk pelanggan dan kesempatan untuk umpan balik pelanggan, dan lain-lain. Palmatier et al. (2006) komunikasi meningkatkan kualitas hubungan dan membangun hubungan yang lebih kuat. Hal ini didukung oleh penelitian lain yang menemukan bahwa komunikasi yang intensif terjadi pada hubungan dekat (Holden dan O'Toole, 2004). Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator – indikator sebagai berikut: (1) member informasi yang dapat dipercaya, (2) member informasi yang cukup, (3) mengadakan pertukaran informasi. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Conflict handling-Konflik penanganan didefinisikan oleh Thomas dan Kilmann (1974) sebagai situasi di mana keprihatinan dari dua orang tampaknya tidak kompatibel. Hal ini menunjukkan hubungan yang jelas dengan mempengaruhi dan negosiasi karena keduanya dapat dilihat sebagai cara yang mungkin dengan mana setiap konflik dapat diselesaikan. Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator – indikator sebagai berikut: (1) memcoba memberi atas masalah, (2) memastikan masalah yang ada bukan dari pihak penjual, (3) memberi solusi yang praktis. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Relationship quality-Konsep kualitas hubungan dapat dinyatakan sebagai multidimensi meta konstruk mencerminkan sifat keseluruhan dari hubungan antara perusahaan dan konsumen (Hennig-Thurau, 2000; Hennig-Thurau et al, 2002) dan sebagai syarat untuk hubungan jangka panjang dan retensi pelanggan (Bejou et al, 1996; Crosby et al, 1990; Hennig-Thurau, 2000; Hennig-Thurau dan Klee, 1997; Moliner et al, 2007).  Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator–indikator sebagai berikut: (1) hubungan baik sesuai harapan, (2) hubungan memenuhi tujuan konsumen, (3) hubungan sesuai dengan yang diinginkan, (4) memiliki hubungan yang baik dengan konsumen. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Customer satisfaction-Kepuasan pelanggan adalah perasan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2005:42). Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator – indikator sebagai berikut: (1) puas terhadap counter/retail, (2) puas atas layanan. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Positive word of mouth-Pemasaran mulut ke mulut (buzz marketing) upaya menghasilkan bisnis melalui informasi mulut ke mulut akan berkembang. Para pemasar telah meningkatkan kemampuan mereka dalam mengenali orang berpengaruh, punya suara, dan orang-orang penting lainnya, kemudian melakukan pendekatan agar mereka dapat menyebarkan insformasi tentang sebuah produk atau jasa baru (Kotler, 2005: 133). Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator – indikator sebagai berikut: (1) member sara kepada orang lain, (2) member saran bagi teman, (3) merekomendasikan kepada orang lain. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Repurchase intention-Menurut Hellier et al (2003) minat beli ulang merupakan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh dari perusahaan yang sama, melakukan pengeluaran untuk memperoleh barang dan jasa tersebut dan ada kecenderungan  dilakukan secara berkala. Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator–indikator sebagai berikut: (1) memilih kembali, (2) menjadi pilihan utama, (3) menjalin kerja sama/ hubungan. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.
Feedback-Sebagai proses pelayanan sangat tergantung pada interaksi antara karyawan dan pelanggan (Gronroos, 1990; Zeithaml dan Bitner, 2000), telah menyarankan bahwa pengumpulan umpan balik pelanggan sangat relevan untuk operasi layanan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa umpan balik tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran organisasi tentang cara meningkatkan interaksi karyawan dengan pelanggan, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan (Babbar dan Koufteros, 2008; Maddern et al, 2007; Tontini dan Silveira, 2007). Dalam studi ini, variabel ini dioperasionalisasi dengan indikator–indikator sebagai berikut: (1) membertahu administrasi atas apa yang dipikirkan, (2) memberitahu manajer atas ide-ide, (3) member saran. Indikator tersebut digunakan dan diukur dengan menggunakan 5 point skala likert, dengan ukuran 1 = sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju.



ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis Konfirmatori Faktor - Analisis konfirmatori faktor merupakan salah satu teknik analisis multivariat yang digunakan untuk menguji sebuah konsep yang dibangun dengan menggunakan beberapa indikator terukur. Analisis faktor konfirmatori adalah salah satu jenis analisis faktor yang ditujukan untuk menguji sebuah teori atau konsep mengenai sebuah proses atau sebuah pengertian atau sebuah fenomena.
Analisis faktor konfirmatori berangkat dari adanya teori dasar yang digunakan dalam sebuah penelitian. Kajian terhadap teori dasar menghantar peneliti untuk menggali kembali konsep-konsep lama yang menjadi dasar membangun teori dasar. Untuk mendefinisikan konsep yang dikembangkan, maka peneliti akan mencari, merumuskan, atau menggunakan indikator-indikator  yang dapat mendefinisikan dimensi konsep yang dikembangkan. Hasil pengujian, akan digunakan untuk mengkonfirmasi ulang konsep dan struktur teori yang ada.
Untuk menilai kemantapan model, kita mesti melakukan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis = CFA) pada langkah pertama analisis data (Bentler, 1982; Chi & Duda, 1995; Doll, Hendrickson & Deng, 1998). SEM adalah suatu pendekatan analisis faktor konfirmatori yang cukup baik. SEM bukanlah untuk menghasilkan kausalitas, tetapi untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis atau untuk menguji kausalitas yang sudah ada teorinya. Hasil analisis konfirmatori faktor dapat dilihat pada gambar di bawah ini:




Gambar  Model  Analisis Faktor Konfirmatori (CFA)



Berikut ini adalah hasil pengujian validitas konvergen dan reliabilitas konstruk untuk masing-masing variabel penelitian.
1.      Uji Validitas Konvergen
Pengujian validitas dalam penelitian menggunakan convergent validity atau validitas konvergen. Validitas konvergen dapat dinilai dari measurement model yang dikembangkan dalam penelitian dengan menentukan apakah setiap indikator yang diestimasikan secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diujinya. Sebuah indikator dimensi menunjukkan validitas konvergen yang signifikan apabila koefisien variabel indikator itu lebih besar dari dua kali standar errornya (Anderson & Gerbing dalam Ferdinand, 2005: 187). Bila setiap indikator memiliki critical ratio (C.R) yang lebih besar dari dua kali standar errornya (S.E), hal ini menunjukkan bahwa indikator itu secara valid mengukur apa yang seharusnya diukur dalam model yang disajikan.





Tabel.1
Validitas Konvergen



Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
c3
<---
Competency
.809
.056
14.340
***
Valid
c2
<---
Competency
.898
.045
19.839
***
Valid
cm3
<---
Communication
1.000




cm2
<---
Communication
.860
.140
6.155
***
Valid
cm1
<---
Communication
1.030
.146
7.045
***
Valid
ch3
<---
Conflict_Handling
1.000




ch2
<---
Conflict_Handling
1.093
.200
5.478
***
Valid
ch1
<---
Conflict_Handling
.622
.156
3.987
***
Valid
rq1
<---
Relationship_Quality
1.000




rq2
<---
Relationship_Quality
-.145
.175
-.826
.409
Tidak Valid
rq3
<---
Relationship_Quality
.945
.150
6.298
***
Valid
rq4
<---
Relationship_Quality
.024
.164
.149
.882
Tidak Valid
cs3
<---
Customer_Satisfaction
1.000




cs2
<---
Customer_Satisfaction
.804
.114
7.025
***
Valid
cs1
<---
Customer_Satisfaction
.965
.118
8.143
***
Valid
ri1
<---
Repurchase_Intention
1.000




ri2
<---
Repurchase_Intention
.828
.116
7.116
***
Valid
ri3
<---
Repurchase_Intention
1.059
.139
7.647
***
Valid
wm1
<---
Positive_WOM
1.000




wm2
<---
Positive_WOM
1.617
.330
4.902
***
Valid
wm3
<---
Positive_WOM
1.488
.312
4.769
***
Valid
fb1
<---
Positive_Feedback
1.000




fb2
<---
Positive_Feedback
1.041
.126
8.232
***
Valid
fb3
<---
Positive_Feedback
1.202
.137
8.795
***
Valid
c1
<---
Competency
1.000




c4
<---
Competency
.143
.108
1.321
.186
Tidak Valid


2.      Reliabilitas Konstruk
Reliabilitas konstruk dinilai dengan menghitung indeks reliabilitas instrumen yang digunakan (composite reliability) dari model SEM yang dianalisis. Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,70, walaupun angka itu bukanlah sebuah ukuran yang “mati”. Artinya, bila penelitian yang dilakukan bersifat eksploratori, maka nilai dibawah 0,70 pun masih dapat diterima sepanjang disertai dengan alasan-alasan empirik yang terlihat dalam proses eksplorasi. Nunally dan Bernstein, (1994) dalam Ferdinand (2005: 193), memberikan pedoman yang baik untuk menginterpretasikan indeks reliabilitas. Mereka menyatakan bahwa reliabilitas yang sedang antara 0,5 – 0,6 sudah cukup untuk menjustifikasi sebuah hasil penelitian.
a.      Competency
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel competency, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:

Tabel.2
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk
Variabel  Competency
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
c1
0.983
0.03
0.92
2
c2
0.903
0.18
3
c3
0.796
0.37
Jumlah
2.682
0.58
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar construct reliability adalah 0,92. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel competency.
b.      Communication
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel communication, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.3
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk
Variabel Communication
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
cm3
0.663
0.56
0.69

2
cm2
0.595
0.65
3
cm1
0.703
0.51
Jumlah
1.961
1.712
Sumber: data primer diolah, 2012

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar communication adalah 0,69. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel communication.
c.       Conflict Handling
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel conflict handling, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.4
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk
Variabel Conflict Handling
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
ch3
0.691
0.52

0.62

2
ch2
0.652
0.57
3
ch1
0.412
0.83
Jumlah
1.755
1.93
Sumber: data primer diolah, 2012

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar conflict handling adalah 0,62. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel conflict handling.
d.      Relationship Quality
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel relationship quality, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.5
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk
Variabel Relationship Quality
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
rq1
0.871
0.24
0.83
2
rq3
0.809
0.35
Jumlah
1.680
1.59
Sumber: data primer diolah, 2012

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar relationship quality adalah 0,83. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel relationship quality.
e.      Customer Satisfaction
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel customer satisfaction, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.6
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk Variabel
Customer Satisfaction
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
cs3
0.754
0.43

0.75

2
cs2
0.630
0.60
3
cs1
0.738
0.46
Jumlah
2.122
1.49
Sumber: data primer diolah, 2012

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar customer satisfaction adalah 0,75. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel customer satisfaction.
f.        Repurchase Intention
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel repurchase intention, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.7
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk Variabel Repurschase Intention
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
ri1
0.732
0.46

0.72

2
ri2
0.631
0.60
3
ri3
0.679
0.54
Jumlah
2.042
1.60
Sumber: data primer diolah, 2012

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar repurchase intention adalah 0,72. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel repurchase intention.
g.      Positive WOM
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel positive WOM3), diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.8
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk Variabel
Positive WOM
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity
1
wm1
0.434
0.81

0.70

2
wm2
0.806
0.35
3
wm3
0.721
0.48
Jumlah
1.961
1.64
Sumber: data primer diolah, 2012
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar positive WOM adalah 0,70. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel positive WOM.
h.      Positive Feedback
Hasil pengujian reliabilitas konstruk untuk variabel positive feedback, diperoleh standarized loading dan measurement error masing-masing item pertanyaan sebagai berikut:
Tabel.9
Hasil Pengujian Reliabilitas Konstruk
Variabel Positive Feedback
No
Item
Std. Loading
Measur. Error
Reliablity

fb1
0.724
0.48

0.82


fb2
0.750
0.44

fb3
0.852
0.27
Jumlah
2.326
1.19
Sumber: data primer diolah, 2012

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besar positive feedback adalah 0,82. Nilai ini lebih besar dari batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yaitu 0,50 sehingga item-item pertanyaan yang ada dianggap reliabel atau handal untuk mengukur variabel positive feedback.

Penilaian Model Fit
Menilai model fit adalah sesuatu yang kompleks dan memerlukan perhatian yang besar. Suatu indek yang menunjukkan bahwa model adalah fit tidak memberikan jaminan bahwa model memang benar-benar fit. Sebaliknya, suatu indeks fit yang menyimpulkan bahwa model adalah sangat buruk, tidak memberikan jaminan bahwa model tersebut benar-benar tidak fit. Dalam SEM, peneliti tidak boleh hanya tergantung pada satu indeks atau beberapa indeks fit, tetapi sebaiknya pertimbangan seluruh indeks fit.
Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Hair et al., 1995; Joreskog & Sorbom, 1989; Long, 1983; Tabachnick & Fidell, 1996 dalam Ferdinand, 2005). Umumnya terhadap berbagai jenis fit index yang digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan. Peneliti diharapkan untuk melakukan pengujian dengan menggunakan beberapa fit index untuk mengukur kebenaran model yang diajukannya. Berikut ini adalah hasil pengujian indeks kesesuaian dan cut-off valuenya untuk digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak.





Tabel.10
Evaluasi Goodness-of-Fit Indices
Indeks
Model Goodness of Fit
Cut-off
Value
Hasil
Model
Kesimpulan
Chi Square
Diharapkan kecil
226,922
Fit
Probabilitas  Chi Square (p)
> 0,05
0,058
CMIN/DF
< 2,00-3,00
1,165
Fit
Adjusted goodness of fit index (AGFI)
> 0,90
0,841
Marginal
Comparative fit index (CFI)
> 0,95
0,979
Fit
Tucker-Lewis Index (TLI)
> 0,95
0,972
Fit
Root mean square error approximation (RMSEA)
< 0,08
0,033
Fit
Sumber: data primer diolah, 2012



Tabel di atas menunjukkan ringkasan hasil yang diperoleh dalam kajian dan nilai yang direkomendasikan untuk mengukur fit-nya model. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel di atas, nilai chi-square harus fit (nilai probabilitas > 0,05) terpenuhi dengan nilai probabilitas sebesar 0,058 > 0,05, dan diiringi pengukuran fit model lainnya yang telah dinyatakan fit. Secara overall atau keseluruhan dari enam pengukuran goodness of fit model dinyatakan fit (lima pengukuran fit, hanya satu pengukuran yang marginal).
Hanya satu kriteria yang marginal yaitu adjusted goodnees-of-fit index (AGFI) sedikit lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan. Namun, mengikut Salisbury, dkk (2001), Cheng, 2001; Hu, dkk (1999), dan Segars & Grover (1993) dalam Ma’ruf et. al (2002) merekomendasikan AGFI minimum ³ 0,80. Dengan demikian, secara overall model yang dikembangkan adalah fit dengan data.

Uji Hipotesis Model Struktural
Analisis kausalitas dilakukan guna mengetahui hubungan antar variabel. Pada penelitian ini diharapkan dengan adanya pengujian kausalitas dapat mengetahui pengaruh yang terjadi antara variabel eksogen dengan variabel endogen.



Keterangan:



*                :        Berpengaruh pada level signifikansi 0,05 (5%)     
**              :        Berpengaruh pada level signifikansi 0,01 (1%)
***            :        Berpengaruh pada level signifikansi 0,001

Adapun hasil selengkapnya dari tiap hubungan akan diuraikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel.11
Hasil Pengujian Hipotesis
Hubungan Variabel
Estimate
S.E.
C.R.
P
Keterangan
Relationship_Quality
<---
Competency
.095
.038
2.509
.012
Signifikan
Relationship_Quality
<---
Communication
.378
.130
2.906
.004
Signifikan
Relationship_Quality
<---
Conflict_Handling
.209
.084
2.481
.013
Signifikan
Customer_Satisfaction
<---
Relationship_Quality
1.543
.536
2.881
.004
Signifikan
Repurchase_Intention
<---
Customer_Satisfaction
.802
.190
4.227
***
Signifikan
Positive_WOM
<---
Customer_Satisfaction
.506
.163
3.101
.002
Signifikan
Positive_Feedback
<---
Customer_Satisfaction
.776
.191
4.064
***
Signifikan
Sumber: data primer diolah, 2012



Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa competency berpengaruh signifikan positif terhadap relationship quality dengan perolehan nilai C.R sebesar 2,509, nilai estimate sebesar 0,095, dan nilai probabilitas sebesar 0,012 < 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa communication berpengaruh signifikan positif terhadap relationship quality dengan perolehan nilai C.R sebesar 2,906, nilai estimate sebesar 0,378, dan nilai probabilitas sebesar 0,004  < 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa conflict handling berpengaruh signifikan positif terhadap relationship quality dengan perolehan nilai C.R sebesar 2,481, nilai estimate sebesar 0,209, dan nilai probabilitas sebesar 0,013 < 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa relationship quality berpengaruh signifikan positif terhadap customer satisfaction dengan perolehan nilai C.R sebesar 2,881, nilai estimate sebesar 1,543, dan nilai probabilitas sebesar 0,004 < 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa customer satisfaction berpengaruh signifikan positif terhadap repurchase intention dengan perolehan nilai C.R sebesar 4,227, nilai estimate sebesar 0,802, dan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa customer satisfaction berpengaruh signifikan positif terhadap positive WOM dengan perolehan nilai C.R sebesar 3,101, nilai estimate sebesar 0,506, dan nilai probabilitas sebesar 0,002 < 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel di atas diperoleh hasil bahwa customer satisfaction berpengaruh signifikan positif terhadap positive feedback dengan perolehan nilai C.R sebesar 4,064, nilai estimate sebesar 0,776, dan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05.

Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas menggunakan AMOS 16 untuk menguji model hubungan struktural, diperoleh hasil:
H 1    :   Competency berpengaruh positif pada relationship quality
Hasil hipotesis  pertama dalam penelitian ini menunjukkan competency berpengaruh positif terhadap relationship quality, karena memiliki nilai probabilitas sebesar 0,012 < 0,05.  Dengan demikian maka hipotesis pertama dalam penelitian ini terbukti atau diterima, dimana semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh karyawan Erafone Surakarta, maka akan semakin meningkatkan kualitas pelanggan.
Hasil penelitian tersebut sesuai/sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya Parasuraman et al (1985) Tingkat kompetensi penyedia layanan juga dapat dihitung sebagai faktor penentu dalam kualitas hubungan pembeli-penjual. Kompetensi didefinisikan sebagai memiliki keterampilan dan pengetahuan esensial dalam memberikan layanan, lebih jauh lagi, aspek fisik dan teknologi jasa dihitung sebagai faktor penting bagi sebagian besar pelanggan . Untuk sebagian besar penyedia layanan, penawaran kompetensi dengan kinerja personel dan cara mereka menangani pekerjaan mereka serta alat-alat yang mereka terapkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Anderson dan Weitz, 1989).
H 2    :   Communication berpengaruh positif pada relationship quality
 Hasil hipotesis kedua dalam penelitian ini menunjukkan communication berpengaruh positif terhadap relationship quality, dengan perolehan nilai probabilitas sebesar 0,004 < 0,05. Maka dalam hal ini hipotesis kedua terbukti atau diterima, dimana semakin baik komunikasi yang ada, maka akan semakin meningkatkan kualitas pelanggan Erafone Surakarta.
Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat Jap et al (1999) bahwa pembeli dan penjual yang terlibat dalam interaksi sosial dinamis. Komunikasi didefinisikan dengan memberikan informasi kepada pelanggan yang memadai serta mendengarkan mereka ketika mereka perlu berkomunikasi (Parasuraman et al., 1985). Seiring dengan jenis verbal dan lain dari komunikasi langsung, mitra dapat berbagi sikap dan perasaan mereka juga (Weitz dan Jap, 1995). Komunikasi timbal balik sangat penting untuk mengkoordinasikan program dan tindakan (Anderson dan Weitz, 1989). Komunikasi juga dapat membawa lebih optimis ke dalam hubungan dan menyelesaikan konflik disfungsional (Anderson dan Weitz, 1992)
H 3    :     Conflict handling berpengaruh positif pada relationship quality
Hasil hipotesis ketiga dalam penelitian ini terbukti, dimana hasil penelitian  menunjukkan conflict handling berpengaruh positif terhadap relationship quality, dengan perolehan nilai probabilitas sebesar 0.013 < 0,05. Dengan demikian maka hipotesis ketiga terbukti atau dapat diterima. Semakin karyawan bisa menangani konflik yang ada maka akan semakin meningkatkan kualitas hubungan pelanggan pada Erafone Surakarta.
Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan temuan Daly et al (2010) Konflik dapat menjadi bagian dari setiap hubungan, termasuk hubungan pembeli-penjual. Konsep konflik (yang dikemukakan Rahim) sebagai proses interaktif yang diungkapkan oleh ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau disonansi dalam atau antara entitas sosial (Rahim, 2002). Oleh karena itu, penting bagi manajer untuk memahami alasan, konsekuensi dan proses konflik (Daly et al., 2010). Penanganan konflik berarti mendapatkan kepentingan bersama dari semua pihak untuk mendapatkan solusi yang integratif (Song et al, 2000.). Sesuai gaya penanganan konflik dapat meningkatkan hubungan antara kedua belah pihak (Selnes, 1998). 

H 4    :   Relationship quality berpengaruh positif pada customer satisfaction.
Hasil temuan keempat dalam penelitian ini menunjukkan relationship quality berpengaruh positif terhadap customer satisfaction dengan nilai probabilitas sebesar 0,004 < 0,05. Maka dalam hal ini hipotesis keempat terbukti atau diterima, dimana semakin tinggi tingkat relationship quality Erafone Surakarta terhadap pelanggan maka akan semakin meningkatkan customer satisfaction.
Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat Vavra (2002), Kepuasan pelanggan adalah respon emosional pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara harapan dan kinerja yang berpengalaman dari produk yang disediakan atau jasa. Secara konseptual, kepuasan adalah hasil dari mengkonsumsi produk atau menggunakan layanan (Churchill dan surprenant, 1982). Kepuasan pelanggan telah intensif dibahas dalam konteks hubungan layanan (Hennig-Thurau dan Hansen, 2000).
Interaksi yang diinginkan dapat menghasilkan kepuasan pelanggan (Bendapudi dan Berry, 1997). Selanjutnya, pelanggan yang puas cenderung untuk memutuskan dan bertindak berdasarkan niat perilaku tertentu (Zeithaml et al., 1996). Sejumlah studi menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang meningkatkan hubungan mereka dengan pelanggan lebih mungkin untuk mencapai kepuasan pelanggan (Roos et al., 2006). 

H 5    :   Customer satisfaction berpengaruh positif pada repurchase intention.
Hasil temuan kelima dalam penelitian ini menunjukkan customer satisfaction berpengaruh positif terhadap repurchase intention dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Maka dalam hal ini hipotesis kelima terbukti atau diterima, dimana semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan Erafone Surakarta maka akan semakin meningkatkan repurchase intention.
Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat Hennig-Thurau dan Klee (1997), Dalam konteks hubungan pemasaran, kepuasan pelanggan sering dilihat sebagai penentu semut impor retensi pelanggan. Re-patronase berarti bahwa pelanggan terus membeli produk atau jasa; pada gilirannya, perilaku pembelian kembali berdampak langsung pada pendapatan pemasok (Soderlund, 2006). Kepuasan pelanggan dapat memiliki dampak yang besar pada pembelian kembali pelanggan dan kecenderungan retensi (Rust dan Zahorik, 1993; Oliver, 1999). 
H 6    :   Customer satisfaction berpengaruh positif pada Positive WOM.
Hasil temuan keenam dalam penelitian ini menunjukkan customer satisfaction berpengaruh positif terhadap positive WOM dengan nilai probabilitas sebesar 0,002 < 0,05. Maka dalam hal ini hipotesis keenam terbukti atau diterima, dimana semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan Erafone Surakarta maka akan semakin meningkatkan positive WOM.
Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat Anderson (1998), Word of mouth (komunikasi getuk tular) mengacu pada komunikasi informal antara pelanggan tentang evaluasi mereka barang dan jasa. Sama seperti cara konsumen tidak puas dapat bereaksi terhadap kegagalan layanan dengan negatif word-of-mouth (Hocutt et al., 2006), pelanggan yang puas mungkin termasuk kata positif dari mulut ke mulut dalam reaksi perilaku mereka. Kata positif dari mulut ke mulut telah diakui sebagai alat yang berharga untuk mempromosikan produk perusahaan dan jasa (Gremler et al., 2001). Pelanggan yang puas dengan layanan lebih mungkin untuk menghasilkan positif kata tular tentang penyedia layanan (So¨derlund, 1998). Temuan dari studi yang dilakukan oleh Ranaweera dan Prabhu menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki dampak positif pada kata pelanggan komunikasi mulut (Ranaweera dan Prabhu, 2003).
H 7    :   Customer satisfaction berpengaruh positif pada positive Feedback.
Hasil temuan ketujuh dalam penelitian ini menunjukkan customer satisfaction berpengaruh positif terhadap positive feedback dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Maka dalam hal ini hipotesis ketujuh terbukti atau diterima, dimana semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan Erafone Surakarta maka akan semakin meningkatkan positive feedback
Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat  So¨derlund (1998), Umpan balik positif pelanggan didefinisikan sebagai komunikasi pelanggan dengan pemasok untuk mengungkapkan keseluruhan kepuasan dengan layanan yang ditawarkan atau produk dan juga memberikan saran konstruktif untuk perbaikan lebih lanjut dalam layanan. Umpan balik pelanggan adalah alat yang bermanfaat untuk mewujudkan daerah kinerja yang perlu dikoreksi (Fundin dan Bergman, 2003). Hal ini juga memfasilitasi prosedur pemulihan layanan yang merujuk pada tindakan yang diperlukan organisasi untuk menebus kegagalan layanan (Smith et al., 1999). Menurut Soderlund (2006) pelanggan yang puas lebih mungkin untuk memberikan pemasok dengan umpan balik positif seperti saran dan pujian. Kepuasan pelanggan dengan m cemara dapat menyebabkan menyediakan pemasok dengan umpan balik positif (Soderlund, 2006). 


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengujian hipotesis dan pembahasan dalam penelitian ini, maka  dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut :
  1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini terbukti bahwa competency berpengaruh positif terhadap relationship quality, karena memiliki nilai probabilitas sebesar 0,012 < 0,05, artinya bahwa semakin tinggi kompetensi karyawan erafone akan berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hubungan.
  2. Hipotesis kedua dalam penelitian ini terbukti bahwa communication berpengaruh positif terhadap relationship quality, dengan perolehan nilai probabilitas sebesar 0,004 < 0,05, artinya bahwa semakin baik komunikasi karyawan erafone dengan pelanggannya akan berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hubungan tersebut.
  3. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini terbukti bahwa conflict handling berpengaruh positif terhadap relationship quality, dengan perolehan nilai probabilitas sebesar 0.013 < 0,05, artinya bahwa semakin baik karyawan erafone dalam menangani masalah maka akan berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hubungan dengan pelanggannya.
  4. Hipotesis keempat dalam penelitian ini terbukti bahwa relationship quality berpengaruh positif terhadap customer satisfaction dengan nilai probabilitas sebesar 0,004 < 0,05, artinya bahwa semakin tinggi tingkat kualitas hubungan karyawan erafone dengan pelanggan akan berpengaruh dalam meningkatkan kepuasan pelanggan.
  5. Hipotesis kelima dalam penelitian ini terbukti bahwa customer satisfaction berpengaruh positif terhadap repurchase intention dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05, artinya bahwa semakin tinggi kepuasan pelanggan akan berpengaruh dalam meningkatkan keinginan untuk melakukan pembelian kembali.
  6. Hipotesis keenam dalam penelitian ini terbukti bahwa customer satisfaction berpengaruh positif terhadap positive WOM dengan nilai probabilitas sebesar 0,002 < 0,05, artinya bahwa semakin tinggi kepuasan pelanggan akan berpengaruh dalam meningkatkan positif word of mouth.
  7. Hipotesis ketujuh dalam penelitian ini terbukti bahwa customer satisfaction berpengaruh positif terhadap positive feedback dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05, artinya bahwa semakin tinggi kepuasan pelanggan akan berpengaruh dalam memberikan feedback yang baik pada Erafone.

Keterbatasan Penelitian
Adapun beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1.      Studi  ini  memiliki  obyek  amatan  yang  terfokus  pada  repurchase intention, positive WOM, dan positive feedback dari pelanggan Erafone Surakarta  sehingga  berdampak  pada  terbatasnya  generalisasi studi.  Dengan demikian  untuk  mengaplikasikan  studi  ini  pada  konteks  yang  berbeda,  diperlukan  kehati- hatian  dalam  mencermati  karakteristik  yang melekat pada obyek amatan studi. Hal ini penting untuk dicermati, agar tidak terjadi  bias  dalam  hasil  pengujian  yang  dapat  berdampak  pada  kekeliruan dalam  pemahaman  implikasi  penelitian  dan  perumusan  kebijakan  yang diambil.
2.      Meskipun  terdapat  keterbatasan  dalam  studi  ini  yang  menyebabkan ketidakmampuan  model  untuk  digeneralisasi  pada  segala  situasi,  namun dengan  prosedur  pengujian  yang  terstruktur  diharapkan  tidak  mengurangi derajad keyakinan terhadap akurasi model prediksi yang diharapkan.

Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan selama proses dalam penelitian ini, sehingga peneliti ingin mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi Erafone Surakarta maupun bagi penelitian selanjutnya:
  1. Bagi Counter Erafone untuk lebih memperhatikan aspek yang berpengaruh terhadap relationship quality yaitu competency, communication, conflict handling, relationship quality, customer satsfaction, positive WOM, positive feedback, dan repurchase intention. Variabel tersebut terbukti dapat meningkatkan relationship quality konsumen/pelanggan pada Counter Erafone Surakarta.
  2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat melengkapi keterbatasan-keterbatas dalam penelitian ini, diantaranya:
a.       Pengembangan variabel yang diteliti terhadap relationship quality tidak hanya terbentur pada aktivitas competency, communication, dan conflict handling, tapi dapat dikembangkan secara luas dalam mencari kajian lainnya yang dapat menciptakan peningkatan loyalty programme quality, personal interaction quality, dan lain sebagainya.
b.      Memperbanyak sampel di atas 150 responden serta mengembangkan model, sehingga diharapkan hasil yang dicapai dapat lebih optimal dan dapat mengungkap relationship quality dalam membangun loyalitas pelanggan sesuai kondisi di lapangan.



DAFTAR PUSTAKA
Anderson, E. (1998), ‘‘Customer satisfaction and word of mouth’’, Journal of Service Research, Vol. 1. No. 1, pp. 5-17.
Anderson, E. and Weitz, B.A. (1989), ‘‘Determinants of continuity in conventional industrial channel dyads’’, Marketing Science, Vol. 8, pp. 310-23.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Bendapudi, N. and Berry, L. (1997), ‘‘Customers’ motivations for maintaining relationships with service providers’’, Journal of Retailing, Vol. 73 No. 1, pp. 15-37.
Berry, L.L. (1995), ‘‘Relationship marketing of services – growing interest, emerging perspectives’’, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 23 No. 4, pp. 236-45.
Berry, L.L. (2002), ‘‘Relationship marketing of services – perspectives from 1983 and 2000’’, Journal of Relationship Marketing, Vol. 1 No. 1, pp. 59-77.
Christopher, M., Payne, A. and Ballantyne, D. (1994), Relationship Marketing: Bringing Quality, Customer Service and Marketing Together, Butterworth-Heinemann, Oxford.
Cram, T. (2001), Customers that Count – How to Build Living Relationships with Your Most Valuable Customers, Financial Times/Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ.
Crosby, L.A., Evans, K.R. and Cowles, D. (1990), ‘‘Relationship quality in services selling: an interpersonal influence perspective’’, Journal of Marketing, Vol. 54 No. 3, pp. 68-81.
Day, G.S. (1999), The Market Driven Organization: Understanding, Attracting and Keeping Valuable Customers, Free Press, New York, NY.
Deming, W. (1986), Out of the Crisis, MIT Press, Cambridge, MA.
Duncalf, A. and Dale, B. (1988), “Quality management effectiveness – an analytical approach”, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 8 No. 5, pp. 1-45.
Ferdinand, Agusty. 2005. Structure Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BPFE Undip.
Flynn, B., Schroeder, R. and Sakakibara, S. (1994), “A framework for quality management research and an associated measurement instrument”, Journal of Operations Management, Vol. 11, pp. 339-66.
Ghozali, I. 2005. Model Persamaan Struktural. Semarang: UNDIP.
Gummesson, E. (1998), ‘‘Implementation requires a relationship marketing paradigm’’, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 26 No. 3, pp. 242-9.
Gummesson, E. (1998), ‘‘Implementation requires a relationship marketing paradigm’’, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 26 No. 3, pp. 242-9.
Gundlach, G. and Murphy, P. (1993), ‘‘Ethical and legal foundations of relational marketing exchanges’’, Journal of Marketing, Vol. 57 No. 4, pp. 35-46.
Hellier, P.K., Geursen, G.M., Carr, R.A. and Rickard, J.A. (2003), “Customer Repurchase Intention. A General Structural Equation Model”, European Journal of Marketing, Vol. 37 No. 11/12, pp. 1762-1800.
Hendricks, K. and Singhal, V. (2001), “Firm characteristics, total quality management, and financial performance”, Journal of Operations Management, Vol. 19 No. 3, pp. 269-85.
Hennig-Thurau, T. and Klee, A. (1997), ‘‘The impact of customer satisfaction and relationship quality and customer retention: a critical reassessment and model development’’, Psychology and Marketing, Vol. 14 No. 8, pp. 737-64
Hicks, J.M., Page Jr, T.J., Behe, B.K., Dennis, J.H., Fernandez, R. and Thomas.  (2005), “Delighted Consumers Buy Again”, Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behaviour, Vol. 18, pp. 94-104.
Jap, S.D., Manolis, C. and Weitz, B.A. (1999), ‘‘Relationship quality and buyer-seller interactions in channels of distribution’’, Journal of Business Research, Vol. 46 No. 3, pp. 303-13.
Kanagal, N. (2009), ‘‘Role of relationship marketing in competitive marketing strategy’’, Journal of Management and Marketing Research, Vol. 2, pp. 1-17.
Kotler, Phillip. 2002. Management Marketing (6th Edition). New Jersey: Prentice Hall Inc Publishing.
Morgan, R.M. and Hunt, S.D. (1994), ‘‘The commitment-trust theory of relationship marketing’’, Journal of Marketing, Vol. 58 No. 1, pp. 20-38.
Nair, A. (2006), “Meta-analysis of the relationship between quality management practices and firm performance – implications for quality management theory development”, Journal of Operations Management, Vol. 24, pp. 948-75.
Oliver, R.L. (1980), ‘‘A cognitive model of the antecedents and consequences of satisfaction decisions’’, Journal of Marketing Research, Vol. 17 No. 4, pp. 460-9.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. and Berry, L.L. (1985), ‘‘A conceptual model of service quality and its implications for future research’’, Journal of Marketing, Vol. 49, pp. 41-50.
Payne, A. and Frow, P. (2005), ‘‘A strategic framework for customer relationship management’’, Journal of Marketing, Vol. 69, pp. 167-76.
Prajogo, D. and McDermott, C. (2005), “The relationship between total quality management practices and organisational culture”, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 25 No. 11, pp. 1101-22.
Ravald, A. and Gro¨nroos, C. (1996), ‘‘The value concept and relationship marketing’’, European Journal of Marketing, Vol. 30 No. 2, pp. 19-30.
Reichheld, F.F., Markey, R.G. and Hopton, C. (2000), ‘‘The loyalty effect – the relationship between loyalty and profits’’, European Business Journal, Vol. 12 No. 3, pp. 134-9.
Roos, I., Gustafsson, A. and Edvardson, B. (2006), ‘‘Defining service quality for customer-driven business development – a housing-mortgage company case’’, The International Journal of Service Industry Management, Vol. 17 No. 2, pp. 207-23.
Rust, R.T., Zahorik, A.J. and Keiningham, T.L. (1995), “Return on quality (ROQ): making service quality financially accountable”, Journal of Marketing, Vol. 59, pp. 58-70.
Santoso, Singgih. 2007. Structural Equation Modelling Konsep dan Aplikasi Dengan AMOS Membuat dan Menganalisis Model SEM Menggunakan Program AMOS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Schurr, P.H. (2007), ‘‘Buyer-seller relationship development episodes: theories and methods’’, Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 22 No. 3, pp. 161-70.
Sekaran, U. 2006. Research Methods for Business. Jakarta: Salemba Empat.
Sheth, J.N. and Parvatiyar, A. (1995), ‘‘Relationship marketing in consumer markets: antecedents and consequences’’, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 23 No. 4, pp. 255-71.
So¨derlund, M. (1998), ‘‘Customer satisfaction and its consequences on the customer behaviour revisited: the impact of different levels of satisfaction on word-of-mouth, feedback to the supplier and loyalty’’, International Journal of Service Industry Management, Vol. 9 No. 2, pp. 169-88.
So¨derlund, M. (2006), ‘‘Measuring customer loyalty with multi-item scales: a case for caution?’’, International Journal of Service Industry Management, Vol. 17 No. 1, pp. 76-98.
Sousa, R. and Voss, C. (2002), “Quality management re-visited: a reflective review and agenda for future research”, Journal of Operations Management, Vol. 20, pp. 91-109.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tjiptono, Fandy,  dan Chandra, Gregorius. 2005. Service, Quality & Satisfaction. Andi: Yogyakarta.
Zeithaml, V.A., Berry, L.L. and Parasuraman, A. (1996), ‘‘The behavioral consequences of service quality’’, Journal of Marketing, Vol. 60, pp. 31-46.
Zeithaml, V. and Bitner, M. (2000), Services Marketing, McGraw-Hill, New York, NY. Further reading